KPPGPPL BLOG: Peninggalan Batu Megalitik Gunung Agung Kaur Utara

Minggu, 07 Juni 2015

Peninggalan Batu Megalitik Gunung Agung Kaur Utara

Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh leluhur (nenek moyang), Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat.

Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan hingga sekarang.Salah satunya adalah masyarakat dari suku Basemah/Pasemah. Suku Basemah/Pasemah merupakan suatu masyarakat adat yang bermukim di beberapa wilayah dari 3 propinsi di pulau Sumatera Bagian Selatan, yaitu; Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung  berada di kaki Gunung Dempo. Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang. Tinggalan megalitik Basemah/Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat dengan begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat sehingga tinggalan [megalitik basemah/pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai Budaya Megalitik Basemah/Pasemah. Nilai penting tinggalan megalitik Pasemah terutama adalah pada ketuaan usianya, yang diperkirakan sekitar 2000 tahun sebelum masehi atau sekitar 4000 tahun yang lalu. Kita dapat membayangkan pada masa itu kebudayaan manusia di dunia masih belum terlalu berkembang, namun di tanah Basemah/Pasemah telah hidup budaya masyarakat yang cukup maju.


Masyarakat Padang Guci, Kedurang, Kinal, dan lain - lain adalah masyarakat berasal dari suku Besemah/Pasemah yang bermukim di wilayah kaki Bukit Raje Mendare. Kepercayaan terhadap (Ajaran) Leluhur masih sangat kental. Masyarakat adat ini begitu menjunjung tinggi (roh) para leluhur dan ajaran-ajarannya. Kepercayaan terhadap nenek moyang ini senantiasa dipelihara oleh mereka hingga berabad-abad. 

Salah satu contohnya adalah sebuah batu besar yang berada di desa Gunung Agung Kec. Kaur Utara Propinsi Bengkulu. Batu ini berbentuk bundar dengan panjang 2,4 m, lebar 1, 2 m, dan tinggi 1, 7 m. Batu ini dimanfaakan oleh penduduk lokal untuk berziarah kepada (roh) leluhur (puyang).


Masyarakat desa Gunung Agung menamakan batu ini adalah "Batu Beidung" karena dulunya batu ini berbentuk menyerupai hidung. Akibat tangan jahil manusia yang tak bertanggung jawab, batu dibelah sehingga berbentuk bundar seperti yang dilihat saat ini. Konon, untuk melihat batu ini tidak boleh sembarangan masuk, bebicara kotor, apalagi merusak karena akan mengakibatkan malapetaka bagi diri orang tersebut.

Disekitar batu ini juga terdapat Batu Farmasi 4 (batu empat) persis seperti Batu Empat yang berada di desa Naga Rantai Kec. Padang Guci Hulu. Konon, Batu empat ini merupakan tempat para leluhur (puyang) dari empat penjuru untuk bermusyawarah.

 

Upaya dari  perlindungan terhadap kedua batu ini, seperti pemberian pagar, atap, dll, sama sekali belum terlihat. 

Demikian sekilas tentang sejarah peninggalan batu megalitik desa Gunung Agung Kac. Kaur Utara Kabupaten Kaur. Semoga Bermanfaat!

KPPGPPL - Jelajah Situs 5 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar