KPPGPPL BLOG: Februari 2015

Senin, 23 Februari 2015

Satu Rafflesia bengkuluensis Siap Mekar di Kaur

Satu bonggol/kuncup rafflesia jenis bengkuluensis sudah memasuki fase perigon di hutan Sungai Penangkulan, Manau Sembilan Padang Guci Hulu Kab. Kaur (22/2/2015). Dalam fase ini artinya Rafflesia siap mekar dalam beberapa minggu mendang.

Bonggol ini berada di tanaman inang (tetrastigma) yang menjalar di ketinggian pohon sekitar 2 meter dari permukaan tanah. Ukuran bonggol terlihat lebih kecil bekisar antara 15 - 18 cm. Jika mekar rafflesia akan terlihat istimewa dan lebih kecil dari ukuran rafflesia jenis bengkuluensis umumnya.

Rafflesia bengkuluensis merupakan Jenis Rafflesia terbaru di Indonesia. Jenis ini pertama kali didiskripsikan pada tahun 2005 di Talang Tais Kabupaten Kaur oleh Agus Susatya peneliti dari Bengkulu - Indonesia bersama 2 rekannya dari Malaysia yakni Arianto, & et Mat - Salleh.

Rafflesia bengkuluensis ini mempunyai sebaran terbatas di Indonesia yakni di Padang Guci Kabupaten Kaur Bengkulu.

Keistimewaan bunga Rafflesia yang bermekaran di Kabupaten Kaur adalah hutan tropis yang masih asri, lokasi bunga mekar yang cukup ekstrim dengan melintasi beberapa sungai, melintasi panorama sawah penduduk yang membentang luas, disertai aktivitas tradisional penduduk sehingga memiliki daya tarik sendiri khusus kepada wisatawan yang menyenangi kegiatan alam terbuka (outdoor activity).

Manau Sembilan, Padang Guci Hulu, merupakan sebuah desa di Kabupaten Kaur berjarak berkisar 50 kilo meter di Utara Kota Bintuhan, dan sangat mudah digapai dengan kendaraan.

Salam Lestari !!
KPPGPPL Kab. Kaur

Hampir Layu..! Rafflesia arnoldii mekar di Padang Guci, Kab. Kaur

Satu kuntum rafflesia jenis arnoldii mekar dengan diametar 65 cm di dalam kawasan Sakaian Mayan, Manau Sembilan, Padang Guci Hulu, Kab. Kaur.

Posisi bunga yang mekar berada di ketinggian 2 meter dari permukaan tanah, warna bunga sudah mulai berwarna kecoklatan, dan  diduga rafflesia ini mekar tak sempurna pada dua hari yang lalu karena terlihat  dua helai perigon gagal membuka sehingga menutupi bagian tabung bunga rafflesia.

Sebelumnya (17/2/2015) , KPPGPPL memprediksi bahwa bunga ini akan mekar sempurna pada harini (22/2/2015). Namun, kembali tidak sesuai apa yang diharapkan, bunga rafflesia sudah memsuki fase layu/mati. Prosesnya layunya bunga lebih cepat seperti yang diketahui bahwa Bunga Rafflesia jika mekar sempurna bisa bertahan 5 sampai 7 hari, dan kemudian layu/mati.

Hal ini bisa saja terjadi karna pengaruh Iklim/cuaca yang terlalu dingin, dan juga bisa disebabkan karena posisi bonggol/kuncup berada diketinggian sehingga mempercepat proses mekar dan layunya/mati bunga rafflesia.

Dilokasi saat ini terdapat 6 bonggol/kuncup rafflesia jenis arnoldii, dan 8 bonggol/kuncup untuk raafflesia jenis bengkuluensis. Terdapat satu bonggol rafflesia jenis bengkuluensis sudah memasuki fase perigon diperkirakan akan mekar bebrapa minggu kedepan.

Salam Lestari !!!
KPPGPPL Kab. Kaur

Selasa, 17 Februari 2015

3 Hari Lagi, Satu Rafflesia Mekar di Kaur

Tiga hari mendatang satu bonggol Rafflesia jenis arnoldii yang berada di hutan Sakaian Mayan, Manau Sembilan Padang Guci Hulu Kabupaten Kaur siap mekar.

Seminggu sebelumnya bonggol ini telah diprediksi KPPGPPL, namun belum juga mekar. Saat peninjaun kembali dilakukan (17/2/15), terlihat helai perigon sudah mulai mengangkat ( 5 cm), kuat dugaan bahwa bonggol ini akan mekar beberapa hari lagi, dan akan mekar sempurna pada hari Minggu, 22 Februari 2015. Posisi bonggol menempel pada inang (tetrastigma) yang menjalar di ketinggian pohon 2 meter dari permukaan tanah. Sehingga jika mekar, bunga ini akan terlihat istimewa & sangat menarik karena jarang-jarang rafflesia ditemukan mekar pada ketinggian.

Bunga Rafflesia sungguh unik, dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk mekar. Untuk mencapai bunga mekar, dari fase Kopula bisa sampai 9 bulan atau lebih dan jika sudah mekar hanya bertahan 5 hingga 7 hari, kemudian bunga Rafflesia layu/mati.

Lebih unik lagi, kita tidak bisa menentukan dengan tepat kapan bunga Rafflesia akan mekar. Namun bisa diperkirakan dengan mengacu  pada kondisi fisik atau iklim.

Salam Lestari !

Cerita Perjalanan Tim Info Pusaka Menyaksikan Rafflesia Padang Guci

Berawal dari liputan Ground Breaking PLTM Padang Guci I, Beberapa bulan yang lalu di tahun 2014, salah seorang rekan kami jurnalis Info Pusaka bertemu dengan koordinator KOMPALA / KPPGPPL (Komunitas Pemuda Padang Guci Peduli Puspa Langka). Dari percakapan keduanya, didapatlah info bahwasanya di hutan Manau IX, Kecamatan Padang Guci Hulu ditemukan habitat Bunga Raflesia Bengkuluensis.

Foto: Tim Info Pusaka Kab. Kaur
Waktu pun terus berlalu, tepatnya pada hari rabu tanggal 21 Januari 2014 kami sepakat untuk mengunjungi habitat bunga raflesia di Manau IX, Padang Guci Hulu. Tentu saja janji untuk melakukan liputan telah kami sepakati dari hari-hari sebelumnya. Dengan menggunakan transportasi roda empat yang merupakan fasliltas dari kantor Dinas Perhubungan Kumunikasi dan Informatika untuk kami melakukan liputan ke daerah yang jauh dari jankauan, kami menuju ke desa Manau IX Kec. Padang Guci Hulu.

Lebih kurang 1 jam perjalanan kami lalui dari kota Bintuhan menuju Padang Guci Hulu. Tepat jam 11 siang, kami yang beranggotakan 6 orang dari kota Bintuhan disambut dengan ramah oleh teman-teman dari Kompala/KPPGPPL. Sembari meregangkan kaki, merebahkan pinggang kami juga menunggu teman-teman dari TVRI yang juga akan melakukan peliputan berita tentang habitat bunga raflesia.

Foto: Tim Info Pusaka  tiba di Manau IX. 2
Satu jam berlalu, yang kami tunggu belum kunjung menampakkan wujudnya. Mulai terasa riak diantara kawan-kawan KPPGPPL, ada  yang berpendapat untuk meninggalkan rombongan TVRI, ada juga pendapat untuk menunggu, ada juga opsi agar 1 orang dari KPPGPPL menunggu tim TVRI sedangkan yang lainnya berangkat menuju lokasi habitat raflesia. Suasana yang sempat memanas, akhirnya ditengahi oleh ketua KPPGPPL Noprianto. Nop, biasa ia disapa mengambil langkah tengah yang diamini oleh anggota lainnya. "Kita tunggu sampai jam 1 siang, kalo mereka belum sampai juga, kita tinggalkan", ujar Nop.

Sambil menunggu, kami disuguhkan rekaman video perjalanan Tim KPPGPPL bersama pengunjung yang ingin melihat bunga raflesia. Dari sini kami mengetahui medan yang akan ditempuh ternyata tidaklah mudah dan cukup menantang. Disampaikan juga kepada kami, bahsawanya setiap perjalanann wisata ke habitat Bunga Raflesia di Padang Guci Hulu, selalu ada dokumentasi dari tim KPPGPPL baik itu berupa foto bahkan video yang kesemuanya itu tersimpan rapi di arsip perangkat kerja KPPGPPL. Dokumentasi ini sifatnya sukarela, direkam oleh juru dokumentasi KPPGPPL.

"Setiap wisatawan yang memasuki area habitat bunga raflesia tentu saja dengan menghubungi kami (KPPGPPL), maka kami dengan senang hati mendokumentasikan perjalanan wisata bunga raflesia ini", terang Noprianto.

Pada perjalanan kali ini, kami (Tim Info Pusaka) dengan tim dari KPPGPPL berbagi tugas. Kami dari Info Pusaka bertugas mendokumentasikan perjalanan berupa gambar, sedangkan tim dari KPPGPPL memvisualisasikan perjalanan kami.

Tak berselang lama, yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Tim Kontributor dari TVRI Bintuhan tiba dengan beranggotakan 3 orang yang dikomandani oleh sdr. Aprin Taskan Yanto dan dua orang jurnalis perempuan. Mengetahui bahwasanya ada pengunjung perempuan, Nopri memerintahkan anggotanya untuk mengajak anggota KPPGPPL perempuan juga sebagai pendamping. Hal ini dimaksudkan guna menghindari omongan dari luar. Setelah semuanya lengkap (termasuk juga pendamping perempuan dari KPPGPPL) tepat pada pukul 1 siang kami tak kurang dari 20 orang memulai perjalanan menuju habitat bunga raflesia di hutan Manau IX Kec. Padang Guci Hulu.

Perjalanan kami dimulai dengan menyeberangi Sungai Padang Guci. Melintasi jembatan berayun dengan penuh tawa, dan melihat anak-anak kecil mandi tanpa menggunakan pakaian, melompat terjun dari atas jembatan berayun. Keceriaan tampak dari wajahnya, dari tawanya sehingga menarik bagi kami untuk berhenti sesaat dan mendokumentasikannya.

Foto : Kecerian Anak Desa bermain dengan alam
 Setelah melintasi pesawahan warga dan juga perkebunan kopi, kami kembali dihadapkan dengan sungai Cawang Kidau. Kalau di sungai pertama kami melintasi jembatan berayun, kali ini sungai yang cukup deras dengan kedalaman 1 meter harus kami seberangi. Satu per satu kami menyeberangi sungai tersebut. Gelak tawa memuncak tatkala seorang rekan kami dari Bintuhan terpeleset dan hampir terbawa arus.

Foto :menyeberangi sungai Cawang Kidau
Perjalanan kembali dilanjutkan, kami mulai menyulam sungai. Satu persatu anak sungai kami lewati. Saat di pertigaan, pemandu jalan yang bertindak sebagai penunjuk arah mengajak kami untuk langsung ke lokasi habitat Bunga Raflesia Arnoldi. Mengetahui ada perubahan rute, ketua rombongan KPPGPPL Noprianto sedikit berbeda pendapat dengan pemandu arah. Menurut Nop, untuk memudahkan saat pulang nani, perjalanan ini sebaiknya di dahului dengan tujuan Bunga Raflesia Bengkuluensis dan kemudian baru menuju Habitat Raflesia Arnoldi.

"Kita ke habitat raflesia bengkuluensis dahulu, untuk memudahkan perjalanan saat pulang nanti", ujarnya. Perjalanan kembali dilanjutkan. Rasa lelah mulai nampak, terutama bagi kami yang baru pertama kali meninjau lokasi ini.

Kami mulai memasuki hutan Penangkulan, dimana area ini merupakan habitat Bunga Raflesia Bengkuluensis. Langkah kami terhenti, terdengar intruksi dari pemandu jalan agar kami berhati-hati melangkah. "kawan-kawan, sekarang kita sudah memasuki habitat Bunga Raflesia Bengkuluensis, diharapkan untuk hati-hati melangkah karena bisa menginjak Bonggol/Knop Bunga Raflesia", teriak si Pemandu Jalan.

Rasa lelah, capek terbayarkan setelah melihat Bunga Raflesia Bengkuluensis diatas tanah. Semangat mulai bangkit lagi, keceriaan mulai hidup lagi. Secara bergantian kami mengambil gambar Bunga Raflesia Bengkuluensis yang sudah mulai layu. Warna hitam mulai muncul perlahan menggantikan warna merahnya bunga raflesia bengkuluensis. Dua buah kelopaknya sudah patah dan jatuh ke tanah. Menurut Nop, Raflesia Bengkuluensis ini sudah memasuki masa layu setelah mekar kurang lebih selama 4-5 hari.


 "Raflesia ini sudah mekar puncaknya pada hari minggu, tepatnya tiga hari yang lalu. kini diperkirakan mulai layu sejak hari selasa kemarin", terangnya.

Selang beberapa meter dari Bunga Raflesia tersebut, terdapat beberapa Bonggol/Knop yang diperkirakan dua mingguan lagi akan mekar. Setelah puas mengamati, mengambil gambar dan tentu saja bernarsis ria di dengan bunga raflesia di titik pertama, kami melanjutkan perjalanan menuju habitat raflesia di titik kedua.

Berbeda dengan yang ditempat pertama, kali ini kami menemui Bunga Raflesia Bengkuluensis dengan kondisi bertolak belakang. Kalau sebelumnya kami menemukan Raflesia Bengkuluensis yang sudah mulai membusuk, kali ini kami mendapati Bunga Raflesia Bengkuluensis yang hampir mekar sempurna. Warnanya cerah dan masih sangat segar. Satu-satunya penanda kalau bunga ini belum mekar sempurna dimana sebuah kelopaknya masih belum terbuka lebar. Layaknya seseorang sedang merasa malu, Raflesia yang kami temui kali ini seolah-olah sedang menutupi mukanya karena malu.

Foto : Rafflesia bengkuluensis
 "Kalo ini namanya Raflesia Maluensis", canda seorang rekan kami sebagai ungkapan menggambarkan kelopak yang belum mekar. Ini juga jenis Raflesia Bengkuluensis, yang diameternya ketika diukur oleh tim KPPGPPL mencapai 46cm.

Lagi lagi dan lagi, secara bergantian kami mengabadikanya dalam bentuk foto dan video baik itu per kelompok, per individu. Tim KPPGPPL cuma mengingatkan agar tidak sampai menyentuh bunga raflesia. Apabila tersentuh tangan manusia, bunga tersebut akan cepat layu, bagian yang kena sentuhan tangan akan cepat hitam dan membusuk.
 
Tibalah Saat akan foto beramai-ramai, mulai lah tripod beraksi. "Kalau tidak ada tripod, fotografer tidak akan kebagian gambar", celetuk seorang fotografer dari tim Info Pusaka. Kamera di setting di posisi self timer selama 10 detik, saat pencahayaan sudah pas, tombol shutter ditekan dan kemudian fotografer kami mengambil posisi agar ia dapat terekam oleh kamera.

Foto bersama Rafflesia bengkuluensis
Setelah puas berpose di dekat bunga raflesia bengkuluensis, kami mulai bergerak keluar dari hutan Sungai Penangkulan menuju kawasan hutan Sakaian Mayan. Di dalam hutan inilah terdapat habitat Bunga Raflesia Arnoldi. Untuk mencapai area tersebut, kami harus melalui tebing yang sangat curam dengan ketinggian tak kurang dari 50 meter. Secara bergantian kami bahu membahu saling membantu kawan-kawan menaiki tebing ini.

Di tepian tebing ini kami ditunjukkan oleh salah seorang rekan KPPGPPL tumbuhan sejenis talas dengan ukuran raksasa yang merupakan cikal bakal Bunga Bangkai (Amorphophallus Titanium). Sedikit info, Bunga Bangkai itu beda dengan Bunga Raflesia. Orang awam sering salah kaprah menyebut kalau kedua bunga ini sama. Padahal keduanya jelas jelas beda. Bunga Raflesia merupakan jenis parasit sedangkan bunga bangkai termasuk dalam kategori talas.

Tibalah di Hutan Sakaian Mayan, kami mendapati bunga raflesia arnoldi yang sedang mekar dengan sangat indahnya. Bunga ini menempel di pohon dengan ketinggian sekitar 2 meter. Menurut Nopri, yang membedakan Raflesia Arnoldi di Padang Guci dengan di daerah lain misalnya du hutan kepahyang, adalah letak tumbuhnya yang tinggi diatas permukaan tanah. Bilamana di daerah lain, Bunga Raflesia Arnoldi tumbuh di atas permukaan tanah, di hutan padang guci ini, letak tumbuhnya lebih tinggi.

Foto : Rafflesia arnoldii di ketinggian 2 meter
 "Inilah yang membedakan Raflesia Arnoldi Padang Guci dengan yang ada di Kepahyang, letak tumbuhnya yang tinggi, rata-rata diatas 1 meter", terangnya.

Disekitarnya kami mendapati beberapa buah Bonggol/Knop yang masih hidup normal dan ada juga yang telah dirusak tangan-tangan jahil. Hal inilah yang membuat teman-teman KPPGPPL sedih dan bertanya, buat apa merusak bonggol ini. Padahal bila sudah mekar utuh, bentuknya bisa dinikmati bersama. Tidak akan ada yang dirugikan dengan tumbuh kembangnya bunga ini.

Hutan Sakaian Mayan menjadi tujuan terakhir kami. Setelah puas menikmati indahnya Bunga Raflesia Arnoldi, kami pun beranjak dari hutan sakaian mayan kembali ke Base Camp KPPGPPL. Kali ini perjalanan pulang terasa lebih dekat. Karena kami tidak melewati Hutan Sungai Penangkulan lagi.

Tak kurang dari 4 jam perjalanan yang kami tempuh, empat sungai kami sulam dan kami seberangi demi menikmati keindahan Bunga Raflesia. Lelah, letih, terbayar tuntas setelah yang kami rencanakan (melihat bunga Raflesia) tercapai seluruhnya.

Sambil berjalan pulang, kami sempat berbincang dengan Ketua KPPGPPL Noprianto. Tak lupa, Nop juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap tangan-tangan jahil yang sering merusak habitat Bunga Raflesia. "Kejadian ini tidak hanya sekali ini, tapi sudah sering bunga raflesia dirusak oleh tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab", geramnya.

Terbersit cita-cita mulia yang sangat diidamkan oleh kawan-kawan KPPGPPL, yaitu ingin membuat gerbang membentuk replika Bunga Raflesia di atas jembatan gantung Air Padang Guci. Sebagai petanda bahwasanya area ini adalah gerbang untuk memasuki habitat Bunga Raflesia. KPPGPPL sendiri sangat mengharapkan bantuan dari berbagai pihak untuk sama-sama melestarikan habitat raflesia di tanah Padang Guci. Sehingga cita-cita Bengkulu Land Of Raflesia dapat terwujud. 


SALAM LESTARI...!!!
Sumber : Info Pusaka Kab. Kaur

Senin, 16 Februari 2015

Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata)

Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) adalah spesies anggrek yang hanya tumbuh di pulau Kalimantan. Anggrek hitam adalah maskot flora provinsi Kalimantan Timur. Dinamakan anggrek hitam karena anggrek ini memiliki lidah (labellum) berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu. Sepal dan petal berwarna hijau muda. Bunganya cukup harum semerbak dan biasa mekar pada bulan Maret hingga Juni.

Tumbuhan ini hidup bergerombol membentuk rumpun. Bagian pangkalnya memiliki umbi yang berbentuk bulat telur agak pipih, dengan dua helai daun elips yang menjulang ke atas. Setiap bulb hanya memiliki dua lembar daun saja. Kebanyakan orang mengira bahwa bunga anggrek hitam berwarna hitam secara keseluruhan. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Bunga anggrek hitam berbentuk tangkai dengan jumlah kuntum bunga antara 5-10 kuntum per tangkai. Warna bunganya didominasi oleh warna hijau kekuningan pada bagian kelopak dan mahkotanya dan bagian bibir bunga berwarna hitam yang bagian dalamnya terdapat bintik-bintik warna hitam dengan kombinasi garis-garis hitam.

Sebagai tumbuhan epifit, anggrek hitam hidup menempel pada batang kayu atau pohon, disamping beberapa diantaranya tumbuh di lantai hutan pada batang kayu yang telah rebah. Keindahan anggrek hitam bisa dinikmati saat musim berbunga tiba. Musim berbunga Anggrek Hitam biasanya terjadi pada akhir tahun antara bulan Oktober sampai Desember.

Anggrek hitam sangat mudah dijumpai di kawasan Cagar Alam Padang Luway yang merupakan habitat asli jenis flora tersebut. Terdapat ratusan kuntum bunga yang bisa kita temui di lihat selama musim bunga di Kersik Luway, cagar alam di Kutai Barat, Kalimantan Timur.  Kersik Luway ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 792/Kpts/Um/10/1982 tanggal 29 Oktober 1982 tentang Pengukuhan Perluasan Cagar Alam Padang Luway dari 1.000 Hektar menjadi 5.000 Hektar. Berdasarkan hasil rekonstruksi batas oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV pada tahun 2006 lalu, luasnya sebesar 4.896,35 Ha. Pengelolaannya berada pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (Anonim, 2009).


Saat ini, habitat asli anggrek hitam mengalami penurunan jumlah yang cukup besar karena semakin menyusutnya luas hutan di Kalimantan. Kebakaran hutan yang terjadi hampir sepanjang tahun merupakan ancaman serius akan keberadaannya. Kebakaran hebat beberapa tahun lalu sempat memporakporandakan kawasan ini dan sekarang menyisakan lahan kosong yang telah ditumbuhi semak belukar. Sebaran anggrek hitam di kawasan Cagar Alam Padang Luway saat ini hanya tersisa sedikit di Kersik Luway. Sisanya berupa semak belukar, padang ilalang, areal terbuka dan perkebunan karet milik masyarakat setempat. Kegiatan masyarakat setempat juga memberikan dampak negatif kepada kawasan ini. Dikawasan Cagar Alam ada dijumpai perkebunan karet milik masyarakat. Sungguh ironis memang, kawasan yang seharusnya dijaga keasliannya justru digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Selain itu ditemukan pula pemukiman penduduk di wilayah cagar alam.

Upaya menyelamatkan Anggrek Hitam, WWF Indonesia bekerja sama dengan pemerintah setempat, organisasi dan masyarakat lokal untuk pelestarian anggrek hitam di habitat aslinya. Anggrek Hitam adalah salah satu jenis anggrek yang terancam punah di habitat aslinya dan dilindungi di Indonesia. WWF juga mendukung kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam pengelolaan kawasan konservasi anggrek hitam yang berkelanjutan di habitat aslinya khususnya di Cagar Alam Kersik Luway, Kabupaten, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Untuk ke depan, WWF Indonesia Program Kutai Barat akan berkerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kutai Barat serta pihak terkait untuk pengelolaan species anggrek lokal yang terancam punah dan deliniasi batas kawasan anggrek yang tersebar di beberapa kecamatan di Kutai Barat. Kegiatan ini akan masuk dalam rencana pengelolaan kawasan ekowisata di Kutai Barat.

Anggrek hitam (Coelogyne pandurata)
© WWF-Indonesia/ Arif Data Kusuma
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas:Liliopsida; Ordo: Asparagales; Famili: Orchidaceae; Genus: Coelogyne; Spesies: C. pandurata; Nama binominal:Coelogyne pandurata.



Sumber  : Internet, Wikipedia  dan WWF Indonesia
Salam Lesatari !


Minggu, 15 Februari 2015

Kantong Semar (Nepenthes sp)

Kantong semar atau dalam nama latinnya Nepenthes sp. pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne pada tahun 1689. Di Indonesia, sebutan untuk tumbuhan ini berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Masyarakat di Riau mengenal tanaman ini dengan sebutan periuk monyet, di Jambi disebut dengan kantong beruk, di Bangka disebut dengan ketakung, sedangkan nama sorok raja mantri disematkan oleh masyarakat di Jawa Barat pada tanaman unik ini. Sementara di Kalimantan setiap suku memiliki istilah sendiri untuk menyebut Nepenthes sp. Suku Dayak Katingan menyebutnya sebagai ketupat napu, suku Dayak Bakumpai dengan telep ujung, sedangkan suku Dayak Tunjung menyebutnya dengan selo bengongong yang artinya sarang serangga (Mansur, 2006).
Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena memangsa serangga. Kemampuannya itu disebabkan oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Organ itu disebut pitcher atau kantong. Kemampuannya yang unik dan asalnya yang dari negara tropis itu menjadikan kantong semar sebagai tanaman hias pilihan yang eksotis di Jepang, Eropa, Amerika dan Australia. Sayangnya, di negaranya sendiri justru tak banyak yang mengenal dan memanfaatkannya (Witarto, 2006). Selain kemampuannya dalam menjebak serangga, keunikan lain dari tanaman ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Secara keseluruhan, tumbuhan ini memiliki lima bentuk kantong, yaitu bentuk tempayan, bulat telur/oval, silinder, corong, dan pinggang.
 
Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian Selatan. Indonesia sendiri memiliki Pulau Kalimantan dan Sumatera sebagai surga habitat tanaman ini. Dari 64 jenis yang hidup di Indonesia, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei) sebagai pusat penyebaran kantong semar. Pulau Sumatera menempati urutan kedua dengan 29 jenis yang sudah berhasil diidentifikasi. Keragaman jenis kantong semar di pulau lainnya belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan hasil penelusuran spesimen herbarium di Herbarium Bogoriense, Bogor, ditemukan bahwa di Sulawesi minimum sepuluh jenis, Papua sembilan jenis, Maluku empat jenis, dan Jawa dua jenis (Mansur, 2006).
Habitat Kantong semar hidup di tempat-tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Tanaman ini bisa hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Berdasarkanketinggian tempat tumbuhnya, kantong semar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kantong semar dataran rendah, menengah, dan dataran tinggi. Karakter dan sifat kantong semar berbeda pada tiap habitat. Beberapa jenis kantong semar yang hidup di habitat hutan hujan tropik dataran rendah dan hutan pegunungan bersifat epifit, yaitu menempel pada batang atau cabang pohon lain. Pada habitat yang cukup ekstrim seperti di hutan kerangas yang suhunya bisa mencapai 30º C pada siang hari, kantong semar beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan penguapan air dari daun. Sementara kantong semar di daerah savana umumnya hidup terestrial, tumbuh tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 m.
Sumatera merupakan urutan kedua setelah Kalimantan sebagai tempat penyebaran spesies, tapi dari segi jumlah populasi Sumatera dapat mengimbangi Kalimantan. Dari jenis-jenis yang sudah ditemukan di Sumatera, 12 di antaranya masih dalam proses identifikasi  Anonimus, 2006). Semua jenis Nepenthes sp. yang ada di Sumatera tersebar dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi.
Kantong semar (Nepenthes sp.) di Sumatera memiliki beberapa sebutan seperti periuk monyet di Riau, kantong beruk di Jambi, dan Ketakung atau calong beruk di Bangka. Bahkan di Gunung Kerinci (Sumatera Barat) ada sebutan terompet gunung untuk jenis Nepenthes aristolochioides. Pada awalnya, Nepenthes sp. di Sumatera sangat mudah ditemukan di hampir seluruh tipe hutan dan tersebar hampir merata di setiap provinsi, kecuali untuk jenis endemik tertentu. Akan tetapi, sekarang sudah mulai sulit dijumpai, kecuali di daerah tertentu.

Kantong Semar (Nepenthes sp) merupakan tumbuhan langka yang dilindungi di Indonesia berdasarkan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP No.7 tahun 1999 tentang jenis- jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Selain itu semua spesies Nepenthes masuk kedalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna ) sebagai tanaman rentan kepunahan.Dari 103 spesies kantong semar di dunia yang sudah dipublikasikan, 2 jenis: N. rajah dan N. khasiana masuk dalam kategori Appendix-1. Sisanya berada dalam kategori Appendix-2. Itu berarti segala bentuk kegiatan perdagangan sangat dibatasi. 

Potensi Kantong semar memang belum sepopuler tanaman hias lainnya seperti anggrek, dan aglaonema. Namun, saat ini kepopuleran kantong semar sebagai tanaman hias yang unik semakin meningkat seiring dengan minat masyarakat pecinta tanaman hias untuk menangkarkannya. Nama tanaman dari famili Nepenthaceae ini sudah terkenal hingga ke mancanegara. Bahkan di negaranegara seperti Australia, Eropa, Amerika, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka budidaya tanaman ini sudah berkembang menjadi skala industri. Ironisnya, tanamanan pemakan serangga ini kebanyakan jenisnya berasal dari Indonesia. 

Selain berpotensi sebagai tanaman hias, kantong semar juga dapat digunakan sebagai obat tradisional (Mansur, 2006). Sementara itu, kandungan protein di dalam kantongnya berpotensi untuk pengembangan bertani protein menggunakan tanaman endemik Indonesia (Witarto, 2006). Dalam penelitiannya baru-baru ini, Witarto (2006), berhasil mengisolasi protein dalam cairan kantong atas dan kantong bawah dari N. gymnamphora dari Taman Nasional Gunung Halimun. Dari masing-masing 800 ml cairan yang dikumpulkan dari kantong, dapat dimurnikan protein sebanyak 1 ml. Uji aktivitas terhadap protein yang telah dimurnikan menunjukkan bahwa protein itu adalah enzim protease yang kemungkinan besar adalah Nepenthesin I dan Nepenthesin II.

Kantong Semar (Nepenthes sp)
©KPPL-Bengkulu /Sofian Ramadhan
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Caryophyllales; Famili: Nepenthaceae; Genus: Nepenthes;

Sumber : Budidarma.com, KPPL - Bengkulu
Salam Lestari !

Jumat, 13 Februari 2015

Rekontruksi Siklus Hidup R. Arnoldii (Susatya, 2007)

Rafflesia arnoldii diperkirakan memerlukan 4,5 sampai 5 tahun untuk menyelesaikan siklus hidupnya (Hidayati dkk.,2000; Susatya, 2007). Lebih lanjut, Nais (2001) menemukan bahwa Rafflesia tengku-adlinii, R. Pricei, dan R. Keithii masing-masing memerlukan 9 - 13 bulan, 10 - 15 bulan, dan 12 - bulan untuk mekar dari fase kopula. Untuk jenis R. rochussenii waktu yang dibutuhkan lebih lama, yaitu rata-rata 27,3 bulan(Zuhud dkk., 1994). Keempat jenis tersebut diperkirakan memerlukan waktu antara 3,5 sampai 5 tahun untuk menyelesaikan siklus hidupnya.

Secara garis besar siklus hidup R. arnoldii dibagi menjadi tiga fase, yakni; Fase Kopula, Fase Brakta, dan Fase Perigon. Siklus hidup terperinci untuk jenis R.arnoldii dapat dilihat di Gambar 36. Rekontruksi siklus hidup R. arnoldii (Susatya, 2007).

Rekontruksi siklus hidup R. arnoldii (Susatya, 2007)

Kuncup R.arnoldii dalam Fase Kopula mempunyai kisaran diameter antara 0,6 sampai 3,3 cm. Fase  Brakta mulai terlihat saat kuncup telah menjadi 3,3 - 4,14 cm, dan untuk mencapai ukuran ini dari Fase Kopula diperlukan waktu antara 33 hari sampai 144 hari. Fase Brakta menjadi struktur yang sempurna menutupi bagian atas kuncup saat mencapai ukuran antara 7,31 - 11,76 cm, atau memerlukan waktu 172 - 257 hari untuk mencapai fase ini dari Fase Kopula. Fase Perigon mulai terlihat saat kuncup mencapai ukuran 12,02-13,96 cm, dan memerlukan waktu 23-66 hari untuk mencapai ukuran ini dari Fase Brakta. Fase Perigon menjadi strukutur yang sempurna saat kuncup mencapai ukuran 21,3 - 22,4 cm, dan fase ini dicapai dalam waktu 100 - 143 hari dari Fase Brakta sempurana, jenis ini mempunyai diameter 22,18 - 26,28 cm dan dalam kondisi siap mekar.

Setelah mekar, bau daging busuk akan tercium dan lalat mulai berdatangan. Setela 2 - 3 hari, bunga akan mekar secara sempurna, dan bersamaan dengan ini bau daging busuk tercium paling kuat. Jumlah lalat paling banyak juga dijumpai dalam kurun ini (Hidayati dkk., 2000). Setelah itu bunga mulai membusuk. Dari bunga mekar sampai busuk dibutuhkan waktu antara 5 sampai 8 hari.

Saat yang tepat bunga akan mekar sangat sulit untuk diperkirakan. Setelah diameter siaap mekar dicapai, maka dalam 1 - 14 hari kuncup akan mekar. Ada dua hal dimana kita dapat memperkirakan kapan bunga akan mekar, yaitu musim dan kenampakan fisik. Secara umum bunga dipicu untuk mekar bila terjadi selang-seling antara kondisi kering dan lembab. Saat musim kemarau, bunga akan mekar pada hari dimana tidak ada hujan atau curah hujan yang sangat rendah (Susatya, 2007). Disamping musim, kenampakan fisik akan sangat penting dalam menentukan kapan bunga akan mekar. biasanya helaian paling atas perigon mulai terangkat maka dalam waktu 1 - 2 hari bunga akan mekar.

Jenis dengan ukuran bunga mekar yang lebih kecil akan mempunyai laju pertumbuhan yang lebih cepat dari pada bunga yang lebih besar. Populasi yang berbeda dari jenis yang sama juga akan mempunyai laju pertumbuhan yang berbeda pula. Untuk jenis yang sama  dan di subpopulasi yan berbeda, bunga yang kecil akan mempunyai laju yang lebih cepat pada fase kopula dan fase brakta. Akan tetapi setelah mencapai ukuran bunga sebelum siap mekar pola laju diatas akan terbalik, dimana bunga yang besar akan mempunyai laju pertumbuhan yang lebih cepat. Informasi-informasi di atas menimbulkan spekulasi bahwa dalam inang berbeda kemungkinan besar kuncup juga mempunyai laju pertumbuhan yang berbeda pula. 

Lebih lanjut, untuk jenis yang sama, ukuran bunga mekar kemungkinan besar ditentukan oleh iklim. Untuk jenis R. arnoldii, ukuran bunga yang paling besar terjadi di Tambang Sawah Kabupaten Lebong-Bengkulu sedangkan di Taba Penanjung - Bengkulu, mempunyai ukura 70 cm. Kedu daerah mempunyai iklim yang sangat berbeda. Tambang Sawah mempunyai suhu minimal yang lebih rendah dan curah hujan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, bole jadi makin rendah suhu dan makun tinggi curah hujan, maka makin besar pula ukuran bunga. 

Sumber Pustaka : Rafflesia Pesona Bunga terbesar di Dunia (@Agus Susatya, 2011).
Semoga Bermanfaat ! Salam Lestari ! Bengkulu The Rand Of Rafflesia ! @KPPGPPL, 2015

Rabu, 11 Februari 2015

Bunga Rafflesia Bengkulu Diperkenalkan Melalui Tarian

Bunga Rafflesia yang menjadi ikon Provinsi Bengkulu sekaligus merupakan bunga kebanggaan masyarakat Provinsi Bengkulu, diperkenalkan melalui indahanya tarian oleh sejumlah mahasiswa/i yang sedang mengikuti Ujian Penciptaan Koreografi 3 Jurusan Seni Tari Fakultas Seni Pertunjukan di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. (14 Januari 2015)

Dalam Ujian  Penciptaan Koreografi 3 Jurusan Seni Tari tersebut, ada 21 koreografer, 21 karya yang dipentaskan selama tiga hari berturut-turut. Salah satunya adalah karya "Bungo Rafflesia" yang diciptakan untuk mengenang Budaya Provinsi Bengkulu.

Koreografi "Bungo Rafflesia'' diciptakan oleh Dwi Rahayu Fatma Reika asal Padang Guci, Kab. Kaur Provinsi Bengkulu. Ia mengangkat karya ini didasarkan kecintaannya terhadap kota kelahirannya yaitu Bengkulu.

" Saya menciptakan karya ini untuk memotivasi bahawa Bunga Rafflesia adalah Ikon Budaya Bengkulu''.Ungkapnya

Berikut  Sinopsis "Bungo Rafflesia" yang  ditampilkan pada Ujian Penciptaan Koreografi 3 Jurusan Seni Tari di Fakultas Seni Pertunjukan di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. (14 Januari 2015)  ;  

'' Idupku Cumo Sekali Sajo, Idak Beanak, Idak Bedaun, Kenapo Aku Hanya Idup di Hutan, ataukah Karna Bauku. Walaupun ku Idup di Hutan, Aku dijuluki habitat Puspa Langka, dan diakui dengan semboyan Bumi Kito Rafflesia''.

Berikut dokumentasinya:


Menyimbolkan Tumbuhnya Bunga Rafflesia
Menyimbolkan mekarnya Bunga Rafflesia
Menyimbolkan Bunga Rafflesia sedang mekar
Menyimbolkan Bunga Rafflesia besar & megah
Menyimbolkan Bunga Rafflesia layu & mati
Foto: Penari & Penyanyi  action Rafflesia
Foto: Penari & Penyanyi  action Rafflesia
Foto: Dwi Rahayu Fatma Reika action Rafflesia mekar
Foto: Crew yang terlibat di belakang panggung

Inilah Orang-orang yang terlibat dalam pementasan "Bungo Rafflesia" :
1.   Penyanyi : Katy Febrian Pangaribuan & Destia Fitriani
2.   Koreografer : Dwi Rahayu Fatma Reika
3.   Kompuser : Merliando, S.Sn
4.   Stage Manager : Rafi Arafat
5.   Artistik : Mas Cahyo
6.  Penari : Ira Puspita Sari. S.Sn, Erin Kartika, S.Pd, Reni Destriani, Dwi Rahayu Fatma Reika, Sismania Sita, Lucky Ilva Jazanurya, dan Nurul Saputri,
7.   Crew : Tim Pelangi, & Keluarga 7321 (Tujuh Karya, Tiga Hari, Dua Puluh Satu Koreografer)
8.   Konsumsi : Noor
9.   Rias Busana : Ika Mutiara, & Wulan
10. Kostum : Dati Salon
11. Dokumentasi : Bukan Dua Titik oleh Bowo Sukari, S.Sn
12. Penata Lighting : Megumi Teater

Tim Pendukung :
1.   Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bengkulu
2.   Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu
3.   Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Kaur
4.   Dinas Pariwisata, dan Pemuda Olahraga Kabupaten Kaur
5.   Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Bengkulu Yogyakarta (IKPM BY)
6.   Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Bengkulu Selatan Yogyakarta
7.   Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Kaur Yogyakarta
8.   Komunitas Pemuda Padang Guci Peduli Puspa Langka (KPPGPPL/Kompala) Kaur
9.   Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia (IKPM DI)

Lebih lanjut Ia sangat mengharapkan kepada semua kalangan, agar Puspa Langka tersebut tidak dipandang sebelah mata. "Bunga Rafflesia bukanlah Bunga Bangkai, dan Puspa Langka harus dilestarikan, dijaga, bukan untuk dimusnahkan''. Tutupnya

Posting by : KPPGPPL, 10 Februari 2015
Narasumber : Dwi Rahayu Fatma Reika

Minggu, 08 Februari 2015

Satu Bonggol Rafflesia arnoldii Siap Mekar

Satu bonggol Rafflesia jenis arnoldii siapberada di jetibggi mekar satu minggu mendatang di desa Manau Sembilan Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur -Bengkulu. Bonggol ini sudah memasuki fase perigon sempurna dalam arti 1 - 14 hari bonggol ini akan mekar.

Dalam lokasi di Kawasan Hutan Sakaian Mayan desa Manau Sembilan ini, menyisakan 7 bonggol lagi. 4 bonggol/kuncup rafflesia dalam fase kopula berada di ketinggian sekitar 5 meter, 1 bonggol masih dalam fase brakta diketinggiab 70 cm dan 1 bonggolnya lagi diketinggian 4 cm diatas permukaan tanah.

Sementara itu, bonggol/kuncup rafflesia yang siap mekar ini posisinya  diketinggian 2 meter kebih.

Salam Lestari !

Sabtu, 07 Februari 2015

Rafflesia bengkuluensis

Rafflesia bengkuluensis merupakan jenis baru dari Indonesia, setelah 20 lebih jenis terakhir ditemukan di Indonesia. Jenis ini lama dianggap sebagai Rafflesia arboldii dari Talang Tais, Kabupaten Kaur. Jenis ini memakai nama epithat "Bengkuluensis" untuk menghormati Bengkulu sebagai lokasi pertama kali jenis ini didiskripsikan. Jenis ini pertama kali didiskripsikan oleh Agus Susatya dosen dari Universitas Bengkulu bersama 2 rekanya dari Malaysia, yakni Arianto dan et Mat - Salleh di desa Talang Tais Kabupaten Kaur pada tahun 2005.

Rafflesia bengkuluensis berukuran medium ( diameter bunga 50-55 cm ) dengan helai perigon berukuran 15-19 cm. Helai perigon berwarna orange tua atau merah bata, dengan bercak berwarna orange muda dan berukuran panjang 9 mm dan lebar 4-6 mm. Diaphragma mempunyai lebar 16,2-18,6 cm, dengan lubangnya berdiameter 10,6-10,1 cm, bintik dipernukaan diaphragma berwarna orange muda, bulat, dan tidak membentuk lingkaran. Jendela mempunyai lebar 5-6 cm, dan terdiri dari bercak bulat berwarna putih yang membentuk 6-7 lingkaran yang terputus-putus. Bercak kadang-kadang saling bersinggungan dekat pinggir lubang diaphragma.

Rafflesia bengkuluensis
Rafflesia bengkuluensis
Cakram mempunyai diameter 10.7 cm dan berwarna oranye muda yang berubah menjadi coklat dengan berjalannya waktu, sedangkan gigir cakram berwarna orange tua. Prosesi ada 25 buah tersusun dan membentuk 3 lingkaran, dimana lingkaran luar, tengah dan dalam masing-masing mempunyai 14,8 dan 3 prosesi. Prosesi mempunyai warna orange tua pada ujungnya dan berangsur-angsur mempunyai warna yang lebih muda kearah dasarnya. Prosesi mempunyai lebar 5-15 mm di dasar dan tinggi 10-20 mm. Ada tiga tipe prosesi yaitu; kerucut sederhana, kerucut berbelah, kerucut pipih dan berduri.

Secara morfologi Rafflesia bengkuluensis sangat berbeda dengan Rafflesia arnoldii, Jenis ini mempunyai tipe ramenta tubercle sedangkan R. arnoldii mempunyai tipe filiform. Rafflesia bengkuluensis mempunyai kemiripan kenampakan luar dan struktur ramenta dengan R. patma, R. zollingeriana, dan R. speciosa. Keempat jenis tersebut mempunyai ramenta tipe tubercle, dan dapat dibedakan berdasarkan sebaran ramenta. Inang Rafflesia bengkuluensis adalah T. tuberculatum.

Rafflesia bengkuluensis ditemukan dihutan sekunder muda dengan vegetasi yang tersusun dari vegesi hutan sekunder dan kebun yang ditinggalkan. Jenis tumbuhan yang dominan adalah Artocarpus elasticus, Archidendron jiringa, Rinoria anguifera, Cleistanthus sumatranus, Pterospernum javanicum, Ficus variegata, Erythrina variegata, Rhodamnia cinerea, Vitex pinnata, dan Alstonia angustiloba.

Rafflesia bengkuluensis mempunyai sebaran geografis terbatas yang terletak sebelah barat laut Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, yaitu Lembah Talang Tais Kelam Tengah Kabupaten Kaur, Manau Sembilan Padang Guci Hulu Kabupaten Kaur, dan Desa Gunung Tiga Semidang Gumay Kabupaten Kaur. Dalam wilayah ini curah hujan maksimal dapat mencapai 524,8 mm perbulan pada Bulan November dan Desember, sedangkan curah hujan minimal 141, 5 mm (Pemda Bengkulu Selatan,2002).

Sumber: 
Diringkas dari Buku Rafflesia Pesona Bunga Terbesar di Dunia ©Agus Susatya 2011

Rafflesia Arnoldii R.Br

Jenis ini dinamakan berdasarkan tipe spesimen yang berasal dari Pulau Lebar, Bengkulu Selatan dan penemuan jenis ini sekaligus memunculkan marga dan keluarga baru, yaitu Rafflesia dan Rafflesiaceae. Bunga ini dilihat pertama kali oleh Dr Joseph Arnold tahun 1812, dan baru dipublikasikan oleh Robert Brown pada bulan Juni 1821.

Rafflesia arnoldii sangat terkenal karena merupakan bunga tunggal yang paling besar di dunia dan mempunyai kisaran diameter antara 70-110 cm. Bunga ini mempunyai warna oranye sampai oranye tua pada perigon. Bercak-bercak di atas permukaan perigon mempunyai dua ukuran, warna lebih muda dari warna dasar perigon, atau putih sampai oranye muda. Bercak kecil terdapat diantara bercak yang besar. Jumlah bercak besar sekitar 15 buah jika dihitung dibagian terpanjang dari perigon. Bercak di diaphragma berwarna putih atau oranye muda yang dikelilingi dengan lingkaran yang berwarana orange tua.

Ramenta jenis ini adalah filiform, dimana jenis filiform sederhana dijumpai dibagian bawah bagian dalam tabung perigon.

Rafflesia  Arnoldii mempunyai rata-rata 10 kuncup per populasi dan mempunyai mortalitas yang beragam dari 20% sampai dengan 100%. Jenis ini ditemukan diketinggian 34 m sampai dengan 600 m di atas permukaan laut, dan mempunyai habitat dari hutan sekunder muda, kebun penduduk, hutan hujan dataran rendah sampai dengan hutan pegunungan bagian bawah.

Jenis ini mempunyai sebaran geografis yang paling luas, yaitu di sepanjang barat sisi Pegunungan Bukit Barisan dari Aceh di barat laut sampai dengan Lampung di tenggara.

Laporan keberadaan jenis ini terbanyak datang dari Provinsi Bengkulu.

"Sumber: diringkas dari buku Rafflesia Pesona Terbesar di Dunia ©Agus Susatya 2011"

Jumat, 06 Februari 2015

Rafflesia arnoldii Mekar Ketinggian 2 Meter

Bunga Rafflesia yang merupakan salah satu tumbuhan unik dan sekaligus menyimpan misteri bagi ilmu tumbuh-tumbuhan kembali mekar di hutan kawasan Sakaian Mayan Desa Manau Sembilan Padang Guci Hulu Kab. Kaur - Bengkulu, Minggu, 1 Februari 2015.

Rafflesia arnoldii mekar kelopak 5 berada di ketinggian 2 meter dari permukaan tanah, diameternya bunganya bekisar antara 65 - 70 cm.

Kuncup Rafflesia di ketinggian sangat jarang dijumpai oleh karena itu bisa dibilang istimewa. Biasanya kuncup bunga menggantung ini jika mekar akan berukuran lebih kecil dan berlangsung lebih singkat.

Salam Lestari !
"Bengkulu The Land Of Rafflesia"

September 2015, Bengkulu Tuan Rumah Simposium Internasional Rafflesia dan Amorphophallus 2015

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia akan menggelar acara Simposium Internasional Rafflesia dan Amorphophallus 2015 di Bengkulu.

“International Symposium on Indonesian Giant Flowers Rafflesia & Amorphophallus 2015” adalah forum internasional yang didedikasikan kepada dua flora raksasa  Indonesia yang langka Rafflesia dan Amorphophallus .

Tujuan dari penyelengaraan ini adalah :

- Mengekspose dan mempromosikan R. arnoldii dan A. titanum flora langka asal Bengkulu di tingkat nasional & internasional
melalui kegiatan Symposium Internasional.

- Mengidentifikasi berbagai penelitian yang sudah dilakukan terhadap kedua flora tersebut dan membangun jejaring nasional dan internasional bagi kelestarian R. arnoldi dan A. titanum khususnya dan keanekaragaman hayati Bengkulu pada umumnya.

- Menyusun strategi dan rencana aksi konservasi R.arnoldii dan A. titanum melalui komunikasi interdisipliner dan lintas sektoral antara lembaga pemerintah, swasta maupun LSM.

Thema makalah difokuskan kepada salah satu atau 2 aspek berikut ini :

Sub-thema 1: Studi Biologi Rafflesia atau Amorpophallus. Seberapa jauh hingga abad ke-21 ini kita mengenal kedua genera ini :
Contoh subjek : Taksonomy – Phylogeny – bank biji –biology- anatomy

Sub-thema 2: Manajemen konservasi Rafflesia & Amorpophallus : Seberapa jauh kita sudah menerapkan pengetahuan, maupun hasil-hasil penelitian untuk mendukung kelestarian kedua jenis flora dari kehancuran habitatnya
Contoh subjek: konservasi exsitu atau koleksi - manajemen konservasi – edukasi public-legislasi bagi perlindungan kedua flora.

Makalah dikirimkan ke giantflowersindonesia@gmail.com paling lambat tanggal 15 Agustus 2015.

Acara ini akan berlangsung selama tiga hari dari tanggal 14-17 September 2015 dengan program-program sbb:

Hari 1:
1. Pembukaan
2. Sessi Plenary
- Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia
- International Association of Botanic Gardens

1. Keynote Speaker:
- Direktur Jendral PHKA
- Charles Davis (Harvard University- USA)
- Peter Boyce ( Institute of Biodiversity and Environment Conservation Sarawak -Malaysia)

3. Presentasi Paralel (Makalah terpilih):

1. Makalah ilmiah berthema kajian biologi Rafflesia and Amorphophallus
2. Makalah ilmiah berthema kajian manajemen konservasi Rafflesia & Amorphophallus:

4. Sessi poster (Rafflesia, Amorpophallus dan kerabat nya)

Hari 2 :
Ekskursi ke habitat Rafflesia dan Amorphophallus and city tours

Hari 3 :
Workshop
a. Resume dari berbagai kajian Rafflesia and Amorphophallus
b. Action plan (Penyusunan Rencana aksi ) Rafflesia & Amorphophallus:
c. Deklarasi

Lomba foto berthema flora raksasa Indonesia akan digelar pula selama symposium berlangsung dan terbuka untuk diikuti oleh peserta umum yang memiliki foto Amorphophallus atau Rafflesia selama 10 tahun terakhir. Setiap peserta boleh mengumpulkan 2 foto terbaiknya dalam format JPG ukuran 2 MB/300 dpi.

Foto Dikirimkan ke giantflowersindonesia@gmail.com Foto-foto terbaik akan didisplay pada acara symposium dan hadiah akan diberikan kepada 5 pemenang utama. Paling lambat dikumpulkan 5 Agustus 2015.

Dikutip dari : www.krbogor.lipi.go.id/id/isirow/isi_statis/2

Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) "Sofian Ramadhan" sangat menyayangkan dalam acara tersebut tidak menampilkan Peneliti Rafflesia dari Indonesia sebagai keynote speaker melainkan Peneliti dari negara lain. Padahal Kita Tuan Rumah (Indonesia),  dan Peneliti Rafflesia Indonesia (Bengkulu).

"Menurut saya secara pribadi peneliti Indonesia (Bengkulu) tak kalah hebatnya dengan peneliti dari negara lain".*Ungkapnya.

Selain itu, Sofian mengungkapkan Bengkulu harus terangkat namanya lewat event internasional ini bukan malah LIPI yg lebih menonjol atau yang lainnya. Bengkulu harus mendapatkan keuntungan dari event ini bukan malah merugi lewat dana yang dianggarkan cukup lumayan besar tersebut.

Lebih lanjut, kata Sofian sampai sejauh ini Pemerintah Daerah belum memberikan perhatian khusus terhadap pengelolaan kawasan habitat Rafflesia dan Amorphophallus yang terdapat dibeberapa titik di kabupaten di provinsi Bengkulu.

"Semoga acara ini nantinya dapat berjalan lancar dan sukses seperti yang kita harapkan bersama, amin ... Salam Lestari".Tutupnya.

Kamis, 05 Februari 2015

Januari 2015, Empat Rafflesia Mekar di Kaur

Tercatat oleh Komunitas Pemuda Padang Guci Peduli Puspa Langka (KPPGPPL) Kab. Kaur, sudah empat Rafflesia yang mekar di Kabupaten Kaur - Bengkulu. Dari ke empat bunga rafflesia tersebut, tiga merupakan rafflesia jenis bengkuluensis dan satu rafflesia jenis arnoldii.

Berikut data rafflesia mekar di Kabupaten Kaur pada Januari 2015 :

1. Rafflesia bengkuluensis mekar kelopak 5 diameter 36 cm pada tanggal 18 Januari 2015, di hutan kawasan Sungai Penangkulan desa Manau Sembilan Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur - Bengkulu. Foto by Nopri Anto KPPGPPL


2. Rafflesia arnoldii mekar kelopak 5 dengan posisi menggantung diketinggian 2 meter, diameter bunga 70 cm pada tanggal 18 Januari 2015, di hutan kawasan Sakaian Mayan desa Manau Sembilan Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur - Bengkulu. Foto by Erman Suhendri;


3. Rafflesia bengkuluensis mekar 5 kelopak diameter antara 45 - 46 cm pada tanggal 20 Januari 2015 di Kawasan Hutan Air Mas Trans Karang Dapo Kec. Semidang Gumay Kab. Kaur - Bengkulu. foto by @Buldhany;


4. Rafflesia bengkuluensis mekar kelopak 5 diameter 46 cm pada tanggal 21 Januari 2015 di hutan kawasan Sungai Penangkulan desa Manau Sembilan Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur - Bengkulu. Foto by Nopri Anto KPPGPPL;


Demikianlah data rafflesia mekar pada bulan Januari 2015 di Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu.
Salam Lestari ! Bengkulu The Land Of Rafflesia