KPPGPPL BLOG: 2015

Selasa, 29 Desember 2015

Air Terjun Cancap Padang Guci Kab. Kaur

Sungai Cancap merupakan salah satu sungai besar berbatuan seperti sungai Padang Guci, Sungai Cawang Kidau, Sungai Cawang Keruh, yang bersumber dari Bukit Barisan Sumatera. Sungai-sungai ini mengalir deras dari hulu bukit yang pada akhirnya semua bermuara ke Sungai Padang Guci menuju laut Samudera Hindia.

Keadaan tofografi di hulu sungai yang berbukitan, membuat Sungai-sungai mengalir kecil karena terbagi menjadi berapa cabang dan memiliki banyak air terjun. Salah satunya adalah Air Terjun Cawang Kanan Sungai Cancap ini.




Secara geografis Air Terjun ini berada di lembah dalam kawasan Hutan Lindung Raje Mendare Padang Guci Kab. Kaur Bengkulu. Air Terjun ini mengalir cukup deras memilki ketinggian sekira 15 meter, memilki kolam penampungan cukup dalam dan luas sekira 4 x 6 m2 yang jatuh pada ketinggian sekira 1000 Meter Dari Permukaan Laut (mdpl).

Dengan menaiki tebing bejarak sekira 3 kilometer dari air terjun ini, juga terdapat air terjun cancap 2 (Dua) tingkat yang tinggi dan sangat alami, diperkirakan jatuh pada ketinggian 1800 mdpl. Namun, karena lokasi yang jauh sehingga air terjun ini belum bisa di abadikan.

Keadaan kawasan hutan dengan vegetasi lebat, pohon besar-besar dan hijau masih sangat alami membuat suasana dalam kawasan air terjun ini terasa sang sejuk dan memanjakan mata. Keadaan batu-batu yang berlumut membuat petualangan semakin seru. Lebih lanjut keberadaan Flora dan Fauna seperti Rafflesia arnoldii, binatang langka seperti harimau, kambing hutan, rusa dll masih dapat ditemui penduduk lokal yang berpetualang ke dalam wilayah ini.

Untuk menuju ke lokasi ini di butuhkan waktu sekira 2,5 jam. Dimulai dari desa menuju perkebunan pendunduk (0,5 jam), dilanjutkan berjalan kaki melewati perkebunan cancap sebanyak 7 kebun (1jam), kemudian dengan menelusuri aliran cawang kanan Sungai Cancap (1 jam).

SALAM LESTARI !

Senin, 23 November 2015

Sungguh tragis, perusakkan rafflesia kembali terjadi.
Rafflesia! siapa yang tidak kenal, merupakan bunga terbesar di dunia, bunga yang menjadi ikon Propinsi Bengkulu sekaligus bunga kebanggaan masyarakat Bengkulu. Upaya untuk menjaga kelestariannya pemerintah mengeluarkan Undang - undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Pelestarian Alam Hayati dan Ekosistemnya. Barang siapa yang merusak dengan sengaja akan dikenakan tindakan pidana sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Namun, hal tersebut tidak juga cukup menyadarkan masyarakat untuk tidak merusak kelangsungan hidup flora langka tersebut.
Jika sebelumnya KPPGPPL menemui beberapa bonggol atau Rafflesia yang sengaja dirusak oleh tangan jahil manusia, kali ini perusakan makin parah yang mengakibatkan Rafflesia ini terancam punah.

Zaman Megalitikum (mega berarti besar dan lithikum atau lithos berarti batu) disebut juga zaman batu besar. Hasil budayanya berupa bangunan-bangunan besar yang berfungsi sebagai sarana pemujaan kepada roh nenek moyang. Kebudayaan ini berlangsung hingga zaman logam, bahkan sampai saat ini kita masih dapat menjumpai di berbagai daerah di indonesia sebagai sisa-sisa tradisi budaya Megalitikum. Adapun hasil budaya Megalitikum ini meliputi: menhir, batu berundak, dolmen, kubur batu, sarkofagus, waruga, serta berbagai jenis arca berukuran besar.
1. Menhir
Menhir adalahMenhir adalah tugu atau batu yang tegak, yang sengaja di tempatkan di suatu tempat untuk memperingati orang yang sudah meninggal. Batu tegak ini berupa media penghormatan dan sekaligus lambang bagi orang-orang yang sudah meninggal tersebut.
Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya. Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.

Satu Kuntum Rafflesia bengkuluensis Mekar di Padang Guci Kab. Kaur

Rasa gembira, senang, bercampur sedih itulah yang kami rasakan saat melihat satu bongkol rafflesia bengkuluensis mulai membukakan kelopaknya pada Rabu 23 September 2015.
"Sejumlah helai terlihat sudah membuka pada ketinggian 15 cm dari permukaan tanah. Perkiraan kami  akan membuka secara sempurna pada harini (24/9) dan bertahan hingga 3 hari ke depan".
Kegembiraan kami tak cukup disini, masih dalam kawasan ini juga terdapat 1 bongkol R. Bengkuluensis dalam fase perigon sempurna, yang siap ekar dalam minggu ini.
"Saat ini, dalam lokasi tercatat sekitar 12 bongkol dalam fase kopula dan brakta"
Pada hari berikutnya, kesedihan kami kembali terasa setelah melihat 1 bongkol sudah membuka namun gagal mekar.
"Inilah akibatnya jika akar tetrastigma sudah mati, bongkol rafflesia pun ikut mati sampai pada kepunahan.
Pemotongan inang rafflesia yang dilakukan oleh orang yang tak bertanggungjawab Raff terjadi persis dimana bongkol ini menempel. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena bisa saja sejumlah bonggol yang terdapat dalam lokasi ini semuanya gagal mekar atau punah untuk selamanya.
Lokasi yang menjadi habitat Rafflesia bengkuluensis ini tepatnya berada di hutan kawasan Sungai Penangkulan Desa Manau Sembilan Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur Bengkulu, berada di selatan berjarak sekitar 200 kilometer dari Kota Bengkulu, 50 kilometer dari Kota Manna Bengkulu Selatan, dan berjarak 60 kilomiter di Utara Kota Bintuhan Kab. Kaur.
Salam Lestari!©KPPGPPL2015

Rabu, 18 November 2015

Minggu, 15 November 2015

Air Terjun Batu Rigis Padang Guci Hulu

Air terjun Batu Rigis sumber airnya berasal dari Danau Tumutan 7 di puncak Gunung Patah yang berada dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan(TNBBS) Dimana jatuhanair dari Air Terjun ini melewati batu besar yangtinggi dan akan bermuara ke sungai Padang Guci.
Air Terjun Batu Rigis tepatnya berlokasi di Desa Bungin Tambun, Kec. Padang Guci Hulu, Kab. Kaur, Provinsi Bengkulu. Terletak pada ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaanlaut. Air Terjun Batu Rigis merupakansalah satu dari beberapa air terjun yangberada di kaki gunung PatahProvinsi Bengkulu. Nama Air Terjun "Batu Rigis" ini diambil dari letaknya yangberada dalam kawasan hutan Batu Rigis Padang Guci Hulu.
Air Terjun Batu Rigis memiliki ketinggian sekitar 30 meter dan bertingkat-tingkat. Terjunan airnya sangat deras (cuaca normal) dan besar dengan kolam yangterbentuk di bawahnyasangat dalam dan luasnya sekitar 12 meter. Pada kolamnya, terlihat airnya sangat jernih dan berwarna hijau sehingga

Senin, 05 Oktober 2015

Siswa Hiking, Menyaksikan Rafflesia Mekar

Minggu 4 Oktober 2015, KPPGPPL, Siswa PMR SMAN 2 Kaur, dan Siswa PMR SMAN 4 Kaur melasanakan kegiatan hiking yang berlokasi di habitat Rafflesia jenis bengkuluensis desa Manau Sembilan Kecamatan Padang Guci Hulu Kabupaten Kaur Bengkulu.
Kegiatan dimulai dari pukul 10.00 Wib hingga pukul 15.00 Wib diikuti sebanyak 27 siswa yang merupakan siswa PMR kelas X, XI, XII dari SMAN 2 Kaur dan SMAN 4 Kaur.
Sebelum kegiatan dilaksanakan siswa dibariskan terlebih dahulu untuk absen dan perkenalan dengan komunitas sekaligus diberi pengarahan tetang aturan dasar saat berada di lokasi habitat rafflesia.
"Kegiatan ini dilakukan sebagai ajang silahturami antar komunitas dan siswa juga sebagai ajang berbagi pengetahuan, pengalaman seputar Puspa Langka".

Rabu, 30 September 2015

Kekayaan Alam Padang Guci Yang Masih Terpendam

Padang Guci merupakan nama sebuah wilayah di kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu Indonesia. Tepatnya terletak di jarak 200 kilometer di Selatan Ibu Kota Provinsi Bengkulu, 50 kilometer dari kota Manna Kabupaten Bengkulu Selatan, dan 60 kilometer di Utara kota Bintuhan Kabupaten Kaur.
Masyarakat Padang Guci bermukim di pesisir Samudra Hindia dan sebagian lainnya di lereng Bukit Barisan. Bahasa sehari - hari yang digunakan adalah bahasa melayu yakni bahasa besemah. Masyarakat Padang Guci mayoritas bermata pencaharian dengan bertani, berkebun, sebagian Pegawai Pemerintah/swasta, Wiraswasta, dan sebagian nelayan.
Tofografi yang bergelombang membuat wilayah ini memiliki banyak potensi yang bisa di kembangkan diantaranya adalah ekowisata.

Minggu, 27 September 2015

Pengukuhan OSIS, siswa SMAN 4 Kaur Hiking Menelusuri Sungai Padang Guci

Minggu 27 September 2015, Puluhan siswa kelas X dan XI tegabung dalam siswa OSIS SMAN 4 Kaur melaksanakan kegiatan hiking yang bertempat di lokasi Lubuk Mangkuk sungai Padang Guci Hulu Kab. Kaur Bengkulu.

Para peserta dibariskan untuk mendapatkan pengarahan & berdo'a sebelum kegiatan hiking dimulai.

"Sebanyak 50 siswa OSIS yang ikut hiking untuk dikukuhkan sebagai pengurus dan anggota OSIS SMAN 4 Kaur priode 2015 - 2016, dan 6 anggota OSIS senior terlibat sebagai panitia" Jelas Asep Safiri, S.Pd selaku guru pembina OSIS SMAN 4 Kaur.

Kegiatan berlangsung dimulai pada
pukul 08.00 WIB - 12.00 WIB . Diberangkatkan dari desa Manau Sembilan dan berakhir di area lokasi Lubuk Mangkuk sungai Padang Guci Hulu. Lokasi ini berjarak sekitar 4 kilometer dari desa Manau Sembilan, dan dalam perjalannya para peserta akan memasuki areal pertanian, menelusuri dan menyeberangi jalur sungai Padang Guci yang berbatuan dan deras.

"Selain pengukuhan kegiatan ini juga bertujuan, melatih siswa OSIS untuk saling bekerjasama, bahu-membahu, bantu-membantu, bekerja keras. Setelah selesai acara pengukuhan ini maka, siswa resmi menjadi pengurus dan anggota OSIS SMAN 4 Kaur priode 2015 - 2016". Kata Asep Safiri, S.Pd

Sementara itu KPPGPPL terlibat langsung dalam penentuan lokasi hiking dan sebagai pemandu menuju lokasi.

"Diharapkan dengan adanya kegiatan hiking di lokasi ini, para peserta memiliki semangat yang tangguh, fisik yang kuat, dapat saling bekerja sama, juga dapat menjaga keasrian alam sekitarnya." Salam Lestari ! Nopri Anto koord. KPPGPPL

Senin, 21 September 2015

Di Hutan Pun Ada Etika

Saat kita berada di hutan alam bebas ada aturan main yang harus kita patuhi, meski tiada seorangpun di kanan kiri. Meski di hutan bukan berarti bisa leluasa membuang sampah kita sembarangan. Walau tak ada satu pun polisi yang berdiri, bukan berarti pula kita bisa seenaknya merusak, mencoret, mengambil atau bahkan membunuh segala sesuatu yang kita temui. Bahkan untuk urusan buang hajat sekalipun ada sebuah aturan tak tertulis yang harus kita patuhi.

Itulah salah satu sisi moral dari seorang pencinta alam. Selain sebagai tempat bermain, alam tanpa disadari telah menjadi sebuah tempat belajar sekaligus guru bagi kehidupan mereka. Belajar patuh tanpa harus disuruh. Belajar mentaati sekalipun tiada yang mengawasi. Alam secara tidak langsung menyadarkan mereka, jika mereka harus bisa memfilter diri sendiri dan berupaya mengkondisikan bumi ini senantiasa lestari.

Beberapa etika seorang pencinta alam atau  buat anda yang mempunyai hoby berwisata saat berada di alam bebas.

1. Hormati adat istiadat sekitar

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Masing-masing daerah tentu punya adat istiadat tersendiri. Demikian halnya dengan penduduk sekitar daerah yang kita kunjungi, seringkali kita temukan sebuah mitos ataupun pantangan yang sangat mereka pegang teguh. Cobalah untuk mencari info dari penduduk sekitar atau tokoh yang paling disegani tentang seputar pantangan-pantangan yang harus kita perhatikan di daerah tersebut. Sepanjang tidak melanggar akidah saya rasa tiada salahnya bagi kita untuk menghormati dan mematuhi aturan mereka. Sebab percaya atau tidak percaya, banyak kejadian orang hilang ataupun kesurupan yang terjadi disebabkan karena mereka telah melanggar rambu rambu yang telah digariskan oleh penduduk sekitar.

2. Jangan latah membuat api unggun

Ada yang bilang jika berkemah tanpa api unggun, serasa sayur tanpa garam. Berpikirlah dua kali saat kita mau membuat api unggun. Buatlah api unggun karena benar-benar untuk kebutuhan, bukan karena semata unsur kesenangan. Jika hawa dirasa tidak terlalu dingin, lebih baik baik kita manfaatkan jaket atau tenda sebagai penghangat badan. Sebisa mungkin kita cari ranting-ranting kering atau kayu patah sebagi unsur bahan bakar api unggun kita, ketimbang menebang pohon hidup yang jelas sedikit banyak akan merusak kondisi alam sekitar. Pastikan kondisi api benar-benar padam saat selesai membuat api unggun. Dan
khusus untuk para perokok dilarang keras untuk membuang puntung rokok sembarangan, sebab banyak kejadian kebakaran hutan terjadi akibat puntung rokok yang dibuang secara sembrono.

3. Jangan cemari mata air

Air adalah salah satu komponen utama yang dibutuhkan dalam kehidupan. Hindari pemakaian bahann detergen macam pasta gigi atau sabun yang bisa mencemari mata air. Dilarang keras melakukana acara "larung saji" di mata air manakala isi perut sudah tak bisa ditahan lagi. Buatlah galian di tanah yang jauh dari mata air, lalu tutup rapat-rapat saat kita usai membuang hajat.

4. Jangan membabi buta dalam
membuat tenda

Usahakan untuk tidak membuat lahan baru untuk tempat tenda kita. Buatlah tenda di lahan yang telah ditentukan macam camping ground atau kita bisa gunakan lahan bekas tenda yang telah ditinggalkan orang lain. Saat kita usai melakukan kegiatan, usahakan untuk mensterilkan area seperti kondisi semula. Tutuplah jika mungkin ada galian-galian di tanah yang telah kita buat. Ambil kembali tali-tali rafia yang mungkin masih terikat di pohon setelah kita selesai membuat tenda.

5. Jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak sepatu

Sampah sepertinya bukan hanya menjadi sebuah masalah di kawasan peradaban. Di hutan pun sampah sekarang sudah menjadi sebuah
permasalahan yang patut kita perhatikan. Hindari membawa bekal logistik berupa makanan kaleng/botol kaca yang nantinya akan membuat kita enggan membawa sampahnya saat pulang. Sekecil apapun bawalah kembali sampah kita. Jika mau cobalah menjadi relawan kebersihan dadakan dengan memungut sampah yang kita temukan selama perjalanan pulang.

6. Jangan ambil sesuatu kecuali
gambarmu

Berpetualang di alam bebas atau berwisata, tentu saja kita berharap ada sebuah kenangan yang bisa kita ambil saat kita pulang. Namun apakah karena "untuk sebuah kenangan" , semua itu kita jadikan alasan untuk mencomot sesuatu dari tempat kita berpetualang?

Edelwies, adalah salah satu contoh obyek yang seringkali dijadikan pelampiasan oknum-oknum yang mengatasnamakan untuk sebuah kenangan . Padahal menurut saya Edelwies tak akan nampak indah lagi jika sudah dicomot dari tempat aslinya di dataran tinggi. Apakah tidak cukup lewat sebuah gambar yang kita ambil untuk mengabadikan "bunga abadi" itu? Jangan coretan kecuali sebuah
ingatan Pernahkah anda mengunjungi obyek wisata yang tempatnya penuh dengan coretan-coretan tak bermakna?. Untuk apa coretan itu dibuat?. Apakah untuk menunjukkan eksistensi jika si pemilik coretan pernah mengunjungi tempat itu?. Saya rasa sebuah catatan perjalanan yang dibuat lewat media bernama blog akan jauh lebih keren dibanding melakukan aksi mencoret atau menggurat batu-batu dan pohon-pohon tempat mereka bermain.

Mungkin itu beberapa etika
bermain di alam bebas semoga
bisa menjadi perenungan bagi kita semua khususnya dulur-dulur saya di pencinta alam, jika pada dasarnya segala sesuatu yang terjadi pada alam semua tergantung dari sikap kita sendiri sebagai khalifahnya. Jika kita enggan berbuat sadis, alam tentu akan memberi kita sebuah senyum manis. Sebaliknya jika kita masih saja memperlakukan mereka dengan jahat, jangan pernah mengeluh jika di suatu hari nanti alam membalasnya dengan sebuah malapetaka yang begitu hebat.

Oleh: Lozz Akbar _ www.essip.us

Jumat, 18 September 2015

Perusakan Habitat Rafflesia bengkuluensis

Perusakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab terhadap habitat rafflesia bengkuluensis Padang Guci Kab. Kaur Bengkulu kembali terjadi awal September yang lalu (4/9).

Sebelumnya, dilokasi ini tercatat sekitar 12 bonggol, 2 diantaranya sudah siap mekar dan sisanya masih dalam fase Kopula dan Brakta.

Aksi perusakan ini tidak diketahui siapa yang melakukannya. Namun, berdasarkan bukti yang ada dilokasi, diduga kuat dilakukan dengan sengaja.

"Pelaku merusak dengan cara menebas/memotong 2 induk inang/tetrastigma, yang mengakibatkan puluhan bongkol rafflesia terancam mati bahkan punah untuk selama-lamanya".

KPPGPPL yang selama ini menjaga dan melestarikan Keberadaan Puspa Langka dalam kawasan itu, bahkan selalu berupaya untuk mengenalkan dan memasyarkatkan  rafflesia pada semua golongan, sangat menyesalkan terhadap aksi perusakan ini.

"Bukannya Bangga, Menjaga, dan Ikut melestarikan malah merusak. Padahal dalam kawasan ini rafflesia bengkuluensis favorit tumbuh".

Penandatanganan Deklarasi Bengkulu Komitmen Bersama para pihak untuk melaksanakan SRAK Rafflesia dan Amorphophallus

Setelah peluncuran buku SRAK Rafflesia dan Amorphophallus, akan diikuti dengan DEKLARASI Bengkulu yang merupakan pernyataan sikap Komitmen bersama para pihak untuk melaksanakan kedua SRAK yang telah diluncurkan tersebut.

Deklarasi Komitmen bersama ini akan ditanda tangani oleh 10 perwakilan stakeholder Rafflesia dan Amorphophallus, yaitu :

1. Pemerintah daerah yang diwakili oleh Gubernur Provinsi Bengkulu

2. Pemerintah Pusat yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diwakili oleh Kepala Badan Litbang dan Inovasi, Dr. Henri Bastaman

3. Lembaga Penelitian Nasioanl yaitu LIPI yang diwakili oleh Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati Prof. Dr. Eni Sudarmonowati

4. Lembaga Penelitian Daerah yang diwakili oleh Dewan Riset Daerah Bengkulu, Dr. Bandi Hermawan

5. Perguruan Tinggi yang diwakili oleh
Universitas Bengkulu.

6. Lembaga Konservasi Ex Situ yang diwakili oleh Pusat Konservasi Kebun Raya Bogor. Dr. Didik Widyatmoko

7. Lembaga Konservasi In Situ yang diwakili oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu. Ir. Anggoro

8. Lembaga Swadaya Masyarakat yang diwakili oleh Yayasan Kehati, Dr. Teguh Triono

9. Pelaku Usaha Ekowisata Bengkulu, diwakili oleh Krishna

10. Media yang diwakili oleh Jurnalis dari Media Indonesia

Deklarasi merupakan kebulatan tekad dan dukungan moral yang akan menjadi spirit pelaksanaan SRAK dalam 10 tahun ke depan. Di dalam SRAK telah jelas dipaparkan SIAPA BERBUAT APA, KAPAN DAN DIMANA SERTA TARGET OUTPUT DAN OUTCOMEnya.

Penyusunan SRAK kedua puspa langka tersebut memerlukan waktu sekitar satu tahun melalui FGD, Lokakarya di tingkat regional dan nasional yang melibatkan para ahli, peneliti, akademisi, pemerhati, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat dan Management Authority.

Source by LIPI

Rabu, 16 September 2015

Pemerintah luncurkan strategi konservasi Rafflesia

Bengkulu (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meluncurkan dokumen strategi rencana aksi konservasi flora langka Rafflesia spp dan Amorphophallus spp di Bengkulu, Selasa.

Pada peluncuran strategi di sela simposium tentang Rafflesia dan Amorphophallus, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hendri Bastaman mengatakan dua bunga langka itu merupakan flora pertama yang punya Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK).

"Selama ini perhatian peneliti dan pemerintah lebih ke arah fauna sedangkan flora baru Rafflesia dan Amorphophallus yang memiliki SRAK," katanya.

Hendri mengatakan strategi konservasi yang berlaku hingga 2025 itu antara lain meliputi peran masing-masing pemangku kepentingan dalam upaya konservasi dan target hasilnya. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati mengatakan SRAK juga mengatur pengenaan sanksi bagi lembaga yang tidak menjalankan peran mereka dalam kegiatan konservasi dua flora langka itu.

"Diatur siapa yang melakukan apa dan akan ada hukuman bagi lembaga yang tidak menjalankan peran," katanya.

Peran masyarakat dalam pelestarian dan pemanfaatan dua bunga langka itu, menurut Enny, juga diatur dalam SRAK.

Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah berharap SRAK bisa menjadi panduan dalam pelestarian bunga langka tersebut.

"Kami bangga memiliki bunga raksasa yang tumbuh di hutan Bengkulu karena itu kami berharap SRAK ini benar-benar dijalankan," katanya.

Hendri mengatakan dokumen SRAK tersebut akan ditetapkan sebagai produk hukum berbentuk Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan setelah simposium internasional mengenai Rafflesia spp dan Amorpophallus spp yang berlangsung 14 sampai 16 September 2015.

"Ibu Menteri siap menandatangani dan menetapkan SRAK ini setelah simposium," katanya.

Saat ini ada empat jenis Rafflesia di hutan tropis Bengkulu, antara lain jenis Rafflesia arnoldii , Rafflesia gadutensis , Rafflesia hasselti dan Rafflesia bengkuluensis.

Adapun jenis Amorphophallus yang terdata di daerah ini antara lain Amorphophallus titanum, Amorphophallus variabilis , Amorphophallus phaeonifolius dan Amorphophallus gigas .

Source by: antaranews.com
Foto by Patris KPPGPPL

Minggu, 06 September 2015

Rafflesia arnoldii mekar September 2015

Satu kuntum rafflesia arnoldii kembali mekar di Padang Guci Kabupaten Kaur provinsi Bengkulu pada hari Rabu, 2 September 2015. Bunga tersebut mekar dengan sempurna mempunyai kelopak lima dengan diameter 55 centimeter.

Bunga rafflesia yang mekar ini merupakan satu dari empat bonggol rafflesia yang ditemukan warga Manau Sembilan pada Agustus yang lalu. Awalnya bonggol rafflesia ini diduga oleh KPPGPPL adalah jenis R. bengkuluensis. Namun setelah mekar, dengan memperhatikan ramenta yang ada di dalamnya rafflesia ini merupakn jenis arnoldii.

Dalam lokasi terdapat tiga bonggol yang masih dalam fase kopula, satu bonggol yang sudah mekar, dan satu tetrastigma.

Lokasi bunga mekar tepatnya berada di kawasan hutan  di pinggir sungai Tanah Abang desa Manau Sembilan Kecamatan Padang Guci Hulu Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu yang berjarak sekitar 6 kilometer dari desa.

Untuk menjangkau wilayah ini bisa diakses dengan menggunakan kendaraan roda dua hingga perkebunan penduduk, lalu berjalan sekitar 10 menit hingga kelokasi bunga mekar.

Desa Manau sembilan terletak di jarak sekitar 200 kilometer di selatan Ibu Kota Provinsi Bengkulu, 60 kilometer dari kota Manna Bengkulu Selatan, dan 50 kilometer dari kota Bintuhan Kabupaten Kaur.

Salam Lestari !

Senin, 31 Agustus 2015

Kegiatan Hiking Bumi Rafflesia Padang Guci Kab. Kaur

Minggu 30 Agustus 2015, Pramuka, Pasapala, dan OSIS SMAN 4 Kaur Utara melaksanakan kegiatan hiking yang bertempat di area lokasi habitat Rafflesia desa Manau Sembilan Kec. Padang Guci Kabupaten Kaur Bengkulu dengan melibatkan seluruh kelas X, 22 siswa Paspala, dan 49 siswa Osis sebagai pesertanya.

Rombongan tiba di desa Manau Sembilan pada pukul 08.00 WIB. Sebelum kegiatan hiking dimulai para peserta dibariskan untuk mendapatkan pengarahan dari guru pembina kesiswaan  SMAN 4 Kaur Utara.

Kegiatan berlangsung dimulai pada
pukul 08.30 WIB. Setiap trap diberangkatkan dengan selang waktu ± 10 menit. Untuk rutenya, setiap trap diberangkatkan dari desa Manau Sembilan dan berakhir di area lokasi habitat rafflesia. Jumlah pos yang akan dilalui para peserta berjumlah 8 pos.

Dalam perjalannya para peserta akan  memasuki areal pertanian, perkebunan, sungai-sungai, dan jalur-jalur mendaki dengan halang rintang yang telah ditentukan oleh panitia hiking.  Panitia hiking kali ini adalah siswa pendamping dari SMAN 4 Kaur dan Komunitas Pemuda Padang Guci Peduli Puspa Langka (KPPGPPL) Kab. Kaur.

Sementara di lokasi lain habitat rafflesia Padang Guci Kab. Kaur, berlangsung juga kegiatan hiking yang dilaksanakan oleh siswa pramuka SMPN 1 Padang Guci Hulu. Kegiatan di ikuti oleh seluruh siswa pramuka kelas VII, siswa pramuka kelas VII, dan kelas IX.

Kegiatan keseluruhan berjalan dengan lancar hingga pukul 15.00 Wib.

Diharapkan dengan dilaksanakannya hiking ini para peserta memiliki semangat yang tangguh, fisik yang kuat, dapat saling bekerja sama, juga dapat mencintai dan ikut melestarikan flora langka yang dilindungi Pemerintah.

Salam Lestari ! KPPGPPL

Rabu, 26 Agustus 2015

Satu Titik Lokasi Rafflesia Kembali Ditemukan KPPGPPL

Bunga Rafflesia yang merupakan bunga kebanggaan masyarakat Bengkulu sekaligus bunga terbesar di dunia, kembali ditemukan oleh salah satu anggota KPPGPPL pada Selasa, 25 Agustus 2015.

Satu titik lokasi tumbuhannya Rafflesia ini, ditemukan di hutan kawasan Sakaian Mayan desa Manau Sembilan Padang Guci Hulu Kab. Kaur yang merupakan lokasi habitat Rafflesia jenis arnoldii. Lokasi Bunga Rafflesia ini ditemukan berjarak sekitar 100 meter sebelum menuju habitat rafflesia arnoldii tersebut.

Di lokasi ditemukan satu bunga rafflesia yang sudah membangkai, satu bonggol rafflesia dalam fase brakta, dan satu tetrastigma.

Untuk jenis rafflesia ini belum bisa diketahui masih menunggu satu bonggol tersebut mekar.

Dengan demikian lokasi tumbuhannya bunga Rafflesia di wilayah Kab. Kaur yang sudah ditemukan antara lain; Talang Tais Kec. Kelam Tengah Kab. Kaur, Manau Sembilan Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur, Bukit Puguk dan Air Kuning Bungin Tambun Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur, Wilayah Gunung Tiga Kec. Semidang Gumay Kab. Kaur, dan Batu Cagak Kec. Tetap Kab. Kaur.

Salam Lestari ! KPPGPPL
Foto by Haryono

Senin, 24 Agustus 2015

Anggota Pramuka dan Paskibra Dikenalkan Habitat Rafflesia

Puluhan pelajar Kab. Kaur yang terbagung dalam anggota Pramuka dan Paskibra di wilayah Kaur Utara dan Padang Guci Hulu kembali kami kenalkan ke habitat rafflesia dalam kegiatan jelajah bumi rafflesia pada hari Minggu, 23 Agustus 2015.

Kegiatan dilakukan bertujuan untuk menggugah kecintaan generasi penurus terhadap kekayaan flora yang merupakan ciri khas daerahnya sendiri dengan harapan mereka juga ikut menjaga dan melestarikannya. Apalagi, kawasan hutan yang berada di wilayah Padang Guci Kabupaten Kaur menyimpan kekayaan alam yang bernilai sangat tinggi ditumbuhi dua jenis flora langka dunia yaitu rafflesia jenis bengkuluensis dan raffflesia jenis arnoldii. 

Kegiatan berlangsung selama tiga jam lebih dengan melakukan aktivitas tracking dimulai dari desa Manau Sembilan menuju lokasi habitat rafflesia yang bejarak sekitar enam kilo.

Selain mengenalkan, kami juga memberikan pengetahuan seputar rafflesia, aturan dasar memasuki kawasan rafflesia seperti larangan membuang sampah sebarangan di dalam hutan.

Keistimewaan rafflesia yang bermekaran di Padang Guci Kabupaten Kaur adalah selain hutan yang masih alami, lokasi bunga mekar dan bonggol-bonggolnya terbilang cukup ekstrim, dimana untuk benar-benar sampai ke lokasi, pengunjung harus berkali-kali naik turun tebing, melintasi sawah/kebun penduduk, melintasi beberapa sungai besar dan anak sungai, sehingga mempunyai tantangan tersendiri bagi yang suka berpetualang di alam liar.

Tentunya kekayaan ini harus tetap dijaga keberadaannya dan dilestarikan agar tidak punah.

Salam Lestari ! KPPGPPL

Sabtu, 22 Agustus 2015

Festival Bumi Rafflesia Tahun 2015

Bengkulu (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Bengkulu menggelar kegiatan tahunan "Festival Bumi Rafflesia" yang dipusatkan di kawasan wisata Pantai Panjang Kota Bengkulu. Kegiatan ini digelar bersamaan dengan "Bengkulu Expo" yang juga dipusatkan di kawasan wisata Pantai Panjang.

Sebelumnya Pemprov Bengkulu merencanakan kegiatan ini akan dilaksanakan pada Juni 2015 namun diundur karena bersamaan dengan persiapan bulan suci Ramadhan.

Festival belangsung selama tiga hari, yakni pada 21 Agustus hingga 23 Agustus 2015 yang menampilkan berbagai lomba antara lain lomba lari wisata rafflesia dengan hadiah jutaan rupiah.  Ada pula pagelaran seni budaya Bengkulu yang menampilkan parade busana pernikahan adat setempat dan bazar pasar rakyat.

Kegiatan digelar untuk meningkatkan kunjungan wisata ke "Bumi Rafflesia", termasuk ekowisata ke habitat Rafflesia.. Mekarnya bunga Rafflesia juga menjadi daya tarik wisatawan yang mengunjungi Bengkulu. Selain menawarkan wisata alam bebas melihat bunga Rafflesia di hutan, wisatawan juga akan disajikan dengan potensi alam, budaya, sejarah, dan kuliner khas Bengkulu.

Wisatawan penggemar alam bebas bisa datang ke Bengkulu dan menikmati habitat puspa langka dan satwa dilindungi yaitu Gajah Sumatera.

Rafflesia Gadutensis Meijer

Rafflesia gadutensis merupakan salah satu jenis dari empat jenis rafflesia yang tumbuh di hutan Bengkulu yakni; R. arnoldii, R. Gadutensis Meijer, R. Hasseltii Suringar, dan R. Bengkuluensis. Jenis ini dapat ditemukan di sisi barat Pegunungan Bukit Barisan Kab.Mukomuko, Kab. Bengkulu Utara, Padang Sumatra Barat dan sekitarnya. Nama jenis ini diambil dari nama tempat atau tipe lokalitas dimana herbarium spesimen dikumpulkan yaitu Ulu Gadut, Padang, Sumatra Barat. Asal specimen species ini dideskripsikan oleh Meijer tahun 1984.

Rafflesia gadutensis memiliki ukuran sekitar 40-46 cm. Helai perigonnya dan permukaan atas diaphragma mempunyai warna merah maron muda. Bercak di bagian atas helai perigon dan diaphragma mempunyai ukuran yang seragam dan berwarna merah muda. Jumlah bercak di helai perigon paling panjang berkisar 10-12 buah. Di perigon, bercak mempunyai ukuran lebih besar dari pada bercak pada rafflesia arnoldii, dan kadang-kadang berdempetan dibagian bawah dekat diaphragma.

Jenis ini termasuk kelompok R. hasseltii komplek. Ramenta jenis memiliki dua jenis yaitu; ramenta dengan ujung atasnya membengkak (crateriform) dan tipe jamur (toadstool). Tipe crateriform hanya dapat dijumpai disepanjang bagian dalam permukaan tabung perigon. Sedangkan tipe jamur dijumpai dibagian bawah permukaan dalam diaphragma. Jumlah prosesi sebanyak 17-30, sedangkan jumlah anther jantan sebanyak 30 (Meijer, 1997).

Salam Lestari ! KPPGPPL

Daftar Pustaka:
Rafflesia pesona bunga terbesar di dunia ©Agus Susatya 2011

Selasa, 18 Agustus 2015

Perayaan HUT RI Ke - 70 di Padang Guci Hulu

Perayaan Hut RI ke - 70 tahun 2015 di kecamatan Padang Guci Hulu kali ini diwarnai berbagai pertandingan dan perlombaan untuk umum dan tingkat sekolah dasar. Untuk umum, yakni pertandingan sepak bola dan bola voli putri, sedangkan pertandingan untuk sekolah dasar yakni sepak bola, bulu tangkis, sepak takraw, bola voli, tenis meja, dan catur. Bebagai kegiatan perlombaan seperti panjat pinang, tarik tambang, lari karung, dll dilaksanakan setelah selesai upacara pengibaran sangsaka merah putih. Pertandingan dan perlombaan diikuti oleh masyarakat, PGRI, Instansi-instansi, dan sekolah dasar di Kecamatan Padang Guci Hulu Kab. Kaur.


Puncak HUT RI ke 70 ditandai dengan upacara pengibaran sangsaka merah putih yang bertempat di lapangan desa Bungin Tambun Kec. Padang Guci Hulu Kabupaten Kaur. Upacara diikuti oleh sejumlah kepala sekolah,PNS, dewan guru, kepala desa, pemuka masyarakat, prangkat desa, siswa smp dan murid sekolah dasar se kecamatan Padang Guci Hulu Kab. Kaur.

Upacara dipimpin oleh Camat Padang Guci Hulu selaku Inspektur Upacara dan yang bertindak selaku Komandan Upacara adalah Polsek Padang Guci Hulu.  Pasukan pengibar bendera Merah Putih yakni Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra)  pelajar SMP Negeri 1 Padang Guci Hulu.

Usai upacara, kegiatan dilanjutkan dengan berbagai hiburan rakyat, perlombaan - perlombaan, pertandingan babak final sepak bola, final bola voli putri tingkat umum. Dilanjutkan dengan upacara penurunan bendera sangsaka Merah Putih dan pemberian piala dan hadiah kepada para pemenang di setiap pertandingan dan perlombaan.

Meskipun perayaan HUT RI ke - 70 di tahun 2015 ini berlangsung cukup sederhana, namun masyarakat Padang Guci Hulu menyambutnya sangat antusias.

DIRGAHAYU RI KE - 70 | KPPGPPL

Sabtu, 15 Agustus 2015

Habitat tiga jenis rafflesia Bengkulu teridentifikasi

Bengkulu (Antara) - Komunitas Peduli Puspa Langka Bengkulu berhasil mengindentifikasi habitat tiga jenis bunga rafflesia yang tumbuh di hutan wilayah itu yakni Rafflesia arnoldii, Rafflesia bengkuluensis, dan Rafflesia gadutensis.

"Masih ada satu jenis lagi yang hidup di hutan Bengkulu tapi belum kami temukan yaitu Rafflesia hasselti," kata Koordinator KPPL Bengkulu Sofian Ramadhan di Bengkulu, Rabu.

Ia mengatakan selama ini KPPL telah menggelar ekspedisi habitat rafflesia ke sejumlah kawasan hutan dan terakhir digelar di kawasan Hutan Lindung Boven Lais yang masuk wilayah Kabupaten Bengkulu Utara.

Untuk wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah yakni Cagar Alam Taba Penanjung dan Kabupaten Kepahiang, terutama di Hutan Lindung Bukit Daun diidentifikasi sebagai habitat rafflesia jenis arnoldii.

Dari 27 spesies bunga rafflesia, jenis Rafflesia arnoldii merupakan yang pertama kali diidentifikasi. Thomas Stamford Raffles dan Dr Josep Arnold yang mengidentifikasi jenis tersebut pada 1818 di wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu.

"Jenis arnoldii memiliki diameter paling besar, pernah kami temukan sampai 120 centimeter," katanya.

Sedangkan kawasan hutan di wilayah Padang Guci Kabupaten Kaur, teridentifikasi sebagai habitat kunci rafflesia jenis bengkuluensis.

Jenis ini memakai nama epithat "Bengkuluensis" untuk menghormati Bengkulu sebagai lokasi pertama kali jenis ini didiskripsikan.

Rafflesia bengkuluensis pertama kali dideskripsikan oleh Agus Susatya yang merupakan dosen Program Studi Kehutanan Universitas Bengkulu dan dua rekannya dari Malaysia, yakni Arianto dan Mat Salleh pada 2005 di Desa Talang Tais Kabupaten Kaur.

Sedangkan Rafflesia gadutensis baru saja ditemukan mekar di kawasan Hutan Lindung Boven Lais di Kabupaten Bengkulu Utara.
Rafflesia Jenis Gadutensis Foto KPPL
Pakar rafflesia dari Universitas Bengkulu, Agus Susatya mengatakan jenis rafflesia yang mekar di HL Boven Lais tersebut terverifikasi sebagai jenis gadutensis.

"Sebelumnya diduga jenis arnoldii tapi ada perbedaan warna, ukuran, bercak dan ramentanya ternyata jenis gadutensis," katanya.

Rafflesia gadutensis, ditemukan oleh W. Meijer pada 1984 di kawasan Ulu Gadut, Sumatera Barat.

Seperti jenis rafflesia lainnya, bunga ini tumbuh pada inangnya, liana merambat yakni tetrastigma lanceolarium, yang termasuk keluarga vitaceae.

Tiga lokasi bunga tersebut dipantau secara aktif dan swadaya oleh masyarakat antara lain Kelompok Peduli Puspa Langka Tebat Monok di Kepahiang, Komunitas Pemuda Padang Guci Peduli Puspa Langka di Kabupaten Kaur dan Komunitas Peduli Puspa Langka Bengkulu Utara di Kabupaten Bengkulu Utara.

Minggu, 09 Agustus 2015

Rafflesia Spesies bengkuluensis Kembali Ditemukan Warga Padang Guci Hulu Kab. Kaur

Berawal dari beberapa warga Padang Guci Hulu yang hendak mencari burung disekitar hutan kawasan di tepi Sungai Tanah Abang, tanpa disengaja mereka menemukan bonggol Rafflesia Spesies bengkuluensis. Penemuan ini lansung mereka laporkan kepada KPPGPPL (Juma't, 7 Agustus 2015).

Sabtu, 8 Agustus 2015 - Menanggapi laporan tesebut tim KPPGPPL langsung menuju lokasi untuk identifikasi.

Lokasi rafflesia bengkuluensis yang ditemukan berjarak sekitar 5 km dari pemukiman warga desa Manau Sembilan Padang Guci Hulu Kab. Kaur atau lebih tepatnya berada di hutan kawasan Sungai Tanah Abang Padang Guci Hulu.

Untuk menuju lokasi ini terbilang cukup mudah, dengan kendaraan roda dua hanya dibutuhkan waktu sekitar 20 menit hingga kebun warga. Selanjutnya berjalan kaki dengan menelusuri aliran Sungai kecil Tanah Abang dibutuhkan waktu sekitar 10 menit hingga ke lokasi rafflesia ditemukan.

"Di lokasi terdapat 4 bonggol Rafflesia Spesies bengkuluensis dan satu tetrastigma.Tiga bonggol masih berukuran kecil dalam fase kopula dan satu bonggol sudah berukuran besar dalam fase perigon sempurna yang artinya siap mekar satu minggu mendatang". Tim KPPGPPL memprediksi bonggol ini akan mekar pada tanggal 14 Agustus 2015.

Rafflesia bengkuluensis merupakan jenis baru dari Indonesia. Jenis ini memakai nama epithat "Bengkuluensis" untuk menghormati Bengkulu sebagai lokasi pertama kali jenis ini didiskripsikan. Jenis ini pertama kali didiskripsikan oleh Agus Susatya bersama 2 rekanya dari Malaysia, yakni Arianto dan et Mat - Salleh di desa Talang Tais, Padang Guci, Kabupaten Kaur pada tahun 2005.

Rafflesia bengkuluensis berukuran medium ( diameter bunga 50-55 cm ) dengan helai perigon berukuran 15-19 cm. Helai perigon berwarna orange tua atau merah bata, dengan bercak berwarna orange muda dan berukuran panjang 9 mm dan lebar 4-6 mm.

Jenis ini favorit tumbuh di daerah hutan hujan tropis dilembah bukit barisan Sumatera yakni di Padang Guci Kab. Kaur Propinsi Bengkulu.

Salam Lestari!

Minggu, 26 Juli 2015

Rafflesia Bengkuluensis Mekar Juli 2015 di Padang Guci, Kaur

Satu kuntum bunga rafflesia jenis bengkuluensis kembali mekar pada tanggal 12 Juli 2015 di Padang Guci Kab. Kaur Bengkulu. Bunga mekar kelopak lima dengan diameter 53 cm pada ketinggian 15 cm diatas permukaan tanah.

Rafflesia bengkuluensis merupakan jenis baru dari Indonesia. Jenis ini memakai nama epithat "Bengkuluensis" untuk menghormati Bengkulu sebagai lokasi pertama kali jenis ini didiskripsikan. Jenis ini pertama kali didiskripsikan oleh Agus Susatya bersama 2 rekanya dari Malaysia, yakni Arianto dan et Mat - Salleh di desa Talang Tais, Padang Guci, Kabupaten Kaur pada tahun 2005.

Rafflesia bengkuluensis berukuran medium ( diameter bunga 50-55 cm ) dengan helai perigon berukuran 15-19 cm. Helai perigon berwarna orange tua atau merah bata, dengan bercak berwarna orange muda dan berukuran panjang 9 mm dan lebar 4-6 mm.

Jenis ini favorit tumbuh di daerah hutan hujan tropis dilembah bukit barisan Sumatera atau tepatnya di kawasan Sungai Penangkulan Desa Manau Sembilan Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur Bengkulu yang berjarak 200 km di Selatan Kota Bengkulu Indonesia.

Akses menuju lokasi terbilang cukup mudah. Dari desa Manau Sembilan dengan menggunakan kendaraan roda dua hanya membutuhkan waktu 15 menit hingga di kebun warga , kemudian dilanjutkan berjalan kaki selama 10 menit menuju di lokasi lokasi habitat Rafflesia.

Salam Lestari!

Minggu, 05 Juli 2015

5 - 7 hari lagi bonggol Rafflesia bengkuluensis ini mekar

Saat tim KPPGPPL melakukan peninjauan harini 5 Juli 2015, terlihat Bonggol sudah memasuki fase perigon sempurna dengan ukuran diameternya  21 cm.

"Kami memperkirakan bonggol ini akan mekar sempurna pada tanggal 11 atau 12 Juli 2015".

Untuk melihat Puspa Langka ini sekarang sudah tidaklah begitu sulit, karena dari desa dengan menggunakan kendaraan roda dua hingga kebun warga akses terbilang cukup lancar. Selanjutnya, dari kebun warga hingga ke lokasi rafflesia bengkuluensis hanya memakan waktu 10 menit.

Rafflesia bengkuluensis ini tepatnya berada di Kawasan Hutan Sungai Penangkulan desa Manau Sembilan Kec. Padang Guci Hulu Kab. Kaur Bengkulu.

Selamat Berkunjung!

Sabtu, 04 Juli 2015

Tips Menghindari Serangan Binatag Liar

Mendaki gunung atau menyusuri hutan jadi cara traveling favorit para petualang. Bertemu binatang liar memang menjadi menu yang terkadang sulit di hindari. Memutuskan naik gunung, sama saja dengan bermain di habitat asli berbagai hewan liar yang tak jarang berbahaya dan beracun. Namun, tentu saja hal ini dapat diantisipasi atau dihindari dengan sedini mungkin.

Dan berikut ini tips menghindari binatang liar di gunung yang bisa Anda jadikan acuan.

1. Jauhi hewan yang sedang bersama anaknya
Semua hewan liar umumnya akan menghindari manusia, kecuali jika merasa terpojok atau terancam. Salah satu hal yang bisa membuat hewan liar menyerang adalah ketika ia bersama anaknya. Naluri melindungi anak pada hewan begitu tinggi, begitu ia melihat ada manusia yang bisa mengganggu anaknya, secara alami ia akan lebih agresif untuk melindungi anaknya.

2. Hindari mendaki pada malam hari
Kebanyakan hewan buas, seperti macan, aktif pada malam hari atau nokturnal. Salah satu cara agar terhindar dari ancaman hewan buas adalah mendaki pada pagi atau siang hari. Hentikan segala aktivitas pada malam hari, agar risiko berjumpa hewan buas sangat kecil.

3. Jangan panik saat bertemu ular
Sebagian besar ular yang ada di Indonesia tidak berbisa. Kemungkinan untuk bertemu ular berbisa pun hanya 6 - 8% saja. Jadi, jangan terlalu takut saat bertemu ular. Kalaupun Anda melihat ular secara tidak sengaja saat menjelajah hutan atau gunung, jangan langsung panik. Cukup diam di tempat, tenangkan diri dan perhatikan kulit ular. Ular yang berbisa umumnya memiliki kulit mengkilap. Jangan ganggu ular dengan lemparan batu atau suara ribut. Suasana sekitar yang tenang membuat ular merasa aman, sehingga tidak menyerang.

4. Gunakan pakaian lengkap, jangan terlalu terbuka
Penting sekali memerhatikan pakaian saat mendaki gunung. Gunakan sepatu boot, celana dan baju lengan panjang. Jangan lupa juga untuk mengenakan topi. Sepatu boot bisa menghindari Anda dari gigitan hewan buas yang berada di tanah.

Begitu juga dengan celana dan baju lengan panjang, ini bisa menghindari Anda dari pacet atau lintah yang banyak ditemukan di gunung atau hutan. Topi melindungi kepala Anda dari kejatuhan hewan berbahaya yang mungkin saja jatuh dari atas pohon.

5. Jangan gunakan parfum atau sabun
Parfum atau sabun umumnya menghasilkan aroma segar yang bisa mengundang serangga, seperti lebah dan tawon. Tidak menggunakan parfum atau sabun sebelum mendaki bisa menghindari Anda dari sengatan lebah.

6. Jangan duduk di pohon tumbang atau batu besar
Ketika lelah, sebaiknya jangan duduk di pohon tumbang atau batu besar, kecuali sudah diperiksa terlebih dahulu. Ular atau kalajengking umumnya senang bersembunyi di sela - sela batu dan kayu. Dengan berhati - hati saat istirahat, Anda telah menghindar dari ancaman hewan buas.

Jumat, 19 Juni 2015

Peninggalan Zaman Megalitikum

Zaman Megalitikum (mega berarti besar dan lithikum atau lithos berarti batu) disebut juga zaman batu besar. Hasil budayanya berupa bangunan-bangunan besar yang berfungsi sebagai sarana pemujaan kepada roh nenek moyang. Kebudayaan ini berlangsung hingga zaman logam, bahkan sampai saat ini kita masih dapat menjumpai di berbagai daerah di indonesia sebagai sisa-sisa tradisi budaya Megalitikum.

Adapun hasil budaya Megalitikum ini meliputi: menhir, batu berundak, dolmen, kubur batu, sarkofagus, waruga, serta berbagai jenis arca berukuran besar.

1. Menhir

Menhir Kerloas, Bretagne, Prancis.
Menhir adalah batu tunggal, biasanya berukuran besar, yang ditatah seperlunya sehingga berbentuk tugu dan biasanya diletakkan berdiri tegak di atas tanah. Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik, dari kata men (batu) dan hir (panjang). Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah, namun pada beberapa tradisi juga ada yang diletakkan terlentang di tanah. Menhir, bersama-sama dengan dolmen dan sarkofagus, adalah megalit. Sebagai salah satu penciri utama budaya megalitik, pembuatan menhir telah dikenal sejak periode Neolitikum (mulai 6000 Sebelum Masehi). Beberapa menhir memiliki pahatan pada permukaannya sehingga membentuk figur tertentu atau menampilkan pola-pola hiasan. Menhir semacam ini dikenal sebagai menhir arca (statue menhir). Pada kebanyakan kebudayaan, tradisi pembuatan menhir telah berlalu, diganti dengan pembuatan bangunan; namun demikian di beberapa tempat, terutama di Nusantara, tradisi ini masih dilakukan hingga abad ke-20.

Lokasi penemuan menhir tercatat di Eropa, Timur Tengah, Afrika Barat, India, Korea, serta Nusantara. Para arkeolog melihat bahwa menhir digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang. Kata "punden" (atau pundian) berasal dari bahasa Jawa. Kata pepunden yang berarti "objek-objek pemujaan" mirip pengertiannya dengan konsep kabuyutan pada masyarakat Sunda. Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi (biasanya puncak gunung). Istilah punden berundak menegaskan fungsi pemujaan/penghormatan atas leluhur, tidak semata struktur dasar tata ruangnya

2. Punden berundak 


Punden berundak atau teras berundak adalah struktur tata ruang bangunan yang berupa teras atau trap berganda yang mengarah pada satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Struktur ini kerap ditemukan pada situs kepurbakalaan di Nusantara, sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara. Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat Austronesia, meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia, meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori. Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada Candi Borobudur, Candi Ceto, dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri.
3. Kubur batu
Bentuknya mirip seperti bangunan kuburan seperti yang dapat kita lihat saat ini, umumnya tersusun dari batu yang terdiri dari dua sisi panjang dan dua sisi lebar. Sebagian besar kubur batu yang di temukan terletak membujur dari arah timur ke barat.

Kubur batu adalah

Pada masa prasejarah ketika kebudayaan Megalitikum berkembang bahwa kubur batu merupakan salah satu dari jenis peninggalan batu-batu besar (megalit). Sedangkan sesuai dengan namanya fungsi dari kubur batu sendiri sebagai tempat penguburan (stonecists) bagi orang-orang yang dihormati di lingkungan masyarakat yang hidup pada masa megalit. Kubur batu ini sudah dilakukan pengamanan dengan cara diberi pagar keliling yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 5,50 meter dan lebar 5 meter. Sedang bagian atas di beri cungkup seng dengan tiang penyangga dari kayu dan pondasi semen.
4. Sarkofagus
Sejenis kubur batu tetapi memiliki tutup di atasnya, biasanya antara wadah dan tutup berukuran sama. Pada dinding muka sarkofagus biasanya diberi ukiran manusia atau binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis.

Sarkofagus adalah

Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang dipahat dengan alabaster
5. Dolmen
Dolmen merupakan bangunan megalithik yang memiliki banyak bentuk dan fungsi, sebagai pelinggih roh atau tempat sesaji pada saat upacara. Dolmen biasanya di letakan di tempat-tempat yang dianggap keramat, atau di tempat pelaksanaan upacara yang ada hubungannya dengan pemujaan kepada roh leluhur.

Dolmen adalah

 Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak.
6. Arca batu
Arca batu banyak di temukan di beberapa tempat di wilayah indonesia, diantaranya pasemah, Sumatra Selatan dan Sulawesi Tenggara. Bentuknya dapat menyerupai binatang atau manusia dengan ciri Negrito. Di Pasemah ditemukan arca yang dinamakan Batu Gajah, yaitu sebongkah batu besar berbentuk bulat diatasnya terdapat pahatan wajah manusia yang mungkin merupakan perwujudan dari nenek moyang yang menjadi objek pemujaan.

Arca adalah

Dalam agama Hindu, arca adalah sama dengan Murti (Dewanagari: मूर्ति), atau murthi, yang merujuk kepada citra yang menggambarkan Roh atau Jiwa Ketuhanan (murta). Berarti “penubuhan”, murti adalah perwujudan aspek ketuhanan (dewa-dewi), biasanya terbuat dari batu, kayu, atau logam, yang berfungsi sebagai sarana dan sasaran konsentrasi kepada Tuhan dalam pemujaan. Menurut kepercayaan Hindu, murti pantas dipuja sebagai fokus pemujaan kepada Tuhan setelah roh suci dipanggil dan bersemayam didalamnya dengan tujuan memberikan persembahan atau sesaji. Perwujudan dewa atau dewi, baik sikap tubuh, atribut, atau proporsinya harus mengacu kepada tradisi keagamaan yang bersangkutan.
7. Waruga
Waruga adalah kubur batu yang tidak memiliki tutup, waruga banyak ditemukan di situs Gilimanuk, Bali.

Waruga adalah

Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang.

Sumber
wikipedia.org
Internet

Rabu, 17 Juni 2015

Empat habitat Rafflesia Bengkulu berpotensi objek ekowisata

Bengkulu (ANTARA News) - Empat lokasi habitat bunga langka Rafflesia (Rafflesia sp) di empat kabupaten di Provinsi Bengkulu berpotensi menjadi objek ekowisata, kata Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu, Sofian Ramadhan.


FOTO ANTARA/ Helti Sipayung

"Ada empat lokasi habitat Rafflesia yang terdapat di wilayah hutan empat kabupaten sudah kami petakan dan bisa jadi tujuan wisata," katanya, di Bengkulu, Minggu.

Empat lokasi itu, di Hutan Lindung Bukit Daun di Kabupaten Kepahiang, HL Boven Lais di Kabupaten Bengkulu Utara, Cagar Alam Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah, dan kawasan hutan di Padang Guci Kabupaten Kaur.

Sofian mengatakan di empat lokasi habitat tersebut sudah ada kelompok masyarakat yang secara sukarela mengawasi dan melestarikan bunga langka endemik Pulau Sumatera itu.

Hasil ekspedisi KPPL bersama kelompok masyarakat itu, ada dua jenis Rafflesia yang tumbuh di habitat tersebut yakni jenis Rafflesia arnoldii di Kabupaten Bengkulu Utara, Kepahiang, dan Bengkulu Tengah serta jenis Rafflesia bengkuluensis di Kabupaten Kaur.

"Sebenarnya ada empat jenis bunga Rafflesia yang hidup di hutan-hutan Bengkulu yakni jenis Rafflesia arnoldii, Rafflesia gadutensis, Rafflesia bengkuluensis, dan Rafflesia hasselti," ucapnya.

Sofian mengatakan dari empat lokasi itu, dua lokasi yang paling sering dikunjungi wisatawan yakni HL Bukit Daun dan Cagar Alam Taba Penanjung karena lokasinya berada di dalam hutan dekat jalan lintas yang menghubungkan Kota Bengkulu dengan empat kabupaten yakni Bengkulu Tengah, Kepahiang, Lebong dan Rejanglebong.

Ia menambahkan bahwa empat lokasi ini dapat dikelola lebih profesional dengan melibatkan masyarakat sehingga menjadi objek wisata andalan. Salah satu "jurus" untuk itu adalah membangun rumah-rumah singgah.

Editor: Ade Marboen

LIPI susun strategi rencana aksi konservasi Rafflesia spp

Bogor (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat ini tengah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi untuk flora langka kharismatik Indonesia, khususnya Rafflesia spp dan Amorphophallus spp. 

Foto by Sofian KPPL
"Penyusunan SRAK ini gebrakan anyar karena kali pertama dilakukan di Indonesia untuk bidang flora," kata Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI, Didik Widyatmoko, dalam Lokakarya Nasional penyusunan SRAK Rafflesia dan Amorphophallus di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Dokumen Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) baru dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bagi fauna saja.

"Ini momentum sangat penting, karena selama ini Kementerian LHK konsen pada satwa-satwa besar saja, tumbuhan juga sangat penting, mikroba juga. Apalagi Rafflesia dan Amorphophallus menjadi ikon Indonesia," katanya.

Dikatakannya, penyusunan SRAK kali ini adalah salah satu kontribusi LIPI sebagai otoritas ilmiah di bidang konservasi dan keanekaragaman hayati di Indonesia. 

Mengingat data dan rekomendasi ilmiah untuk konservasi kedua jenis flora Rafflesia spp dan Amorphophallus spp sulit diimplementasikan tanpa kerja sama dengan Kementerian LHK sebagai pemegang otoritas manajemen konservasi in situ dan keanekaragaman hayatinya. 

Sementara itu, Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK, Adi Susmianto, menyebutkan, ide dasar SRAK Rafflesia spp dan Amorphophallus spp muncul dari pemerintah Provinsi Bengkulu yang mau menjadikan dua puspa langka tersebut sebagai ikon daerah.

Editor: Ade Marboen

Menuju International Symposium on Indonesian Giant Flowers Rafflesia and Amorphophallus 2015

Pusat Konservasi Kebun Raya Bogor (PKT) LIPI bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu serta Dewan Riset Daerah Bengkulu menyelenggarakan Lokakarya Regional dalam rangka persiapan International Symposium on Indonesian Giant Flowers Rafflesia and Amorphophallus 2015 di Putri Gading Hotel, Bengkulu pada Selasa (5/5) kemarin.


Kepala PKT Kebun raya Bogor LIPI, Dr. Didik Widyatmoko mengatakan, tujuan lokakarya ini adalah penyusunan SRAK Puspa langka nasional. “Pentingnya penyusunan SRAK Rafflesia dan Amorphophallus sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas konservasi in situ dan ex situ,” ujarnya. “Selain itu, melalui lokakarya ini, dirancang pula program pembangunan yang tidak mengancam populasi flora-flora langka ini secara berkelanjutan. Harapannya, kondisi Rafflesia dan Amorphophallus di alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang,” sambungnya.

Magnet Dunia
“Kawasan hutan tropis Bengkulu telah lama diketahui menjadi habitat bagi dua flora  raksasa yang sangat dikagumi dunia Rafflesia arnoldii dan Amorphophallus titanum, hal ini tercatat dalam dunia botani sejarah kota Bengkulu sejak kedatangan Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1818,” tutur Kepala BPP Stada Pemprov Bengkulu, Drs. H. Iriansyah saat membuka LokakaryaRegional Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rafflesia dan Amorphophallus.
“Keberadaan dua flora langka ini telah melambungkan nama Bengkulu dan Sumatera yang juga menyimpan kekayaan flora fauna yang sangat bernilai dan berpotensi besar tidak saja dari sisi keilmuan namun juga sisi ekonomi,” tambahnya.

Iriansyah menambahkan, keunikan bunga Rafflesia dan Amorphophallus menjadi magnet yang luar biasa bagi mata dunia. “Penelitian bidang botani dan para ahli taksonomi yang terus menerus melakukan penelitian terkait flora tersebut guna mendalami kehidupan biologis dan pengembangan potensi nilai ekonomisnya ke depan,” jelasnya.

Pemprov Bengkulu sendiri mengharapkan bunga Rafflesia dan Amorphophallus tidak hanya sekedar icon saja bagi Bengkulu. Harapan ke depan, masyarakat Bengkulu dapat memaksimalkan manfaat keberadaan dua flora langka tersebut melalui labeling Bengkulu sebagai bumi Rafflesia dan Amorphophallus.

Inti resume yang penting ditekankan dan perlu ditindaklajuti dari lokakarya tersebut adalah segera antara lain pembuatan data base dan metode standar SOP konservasi in situ, peningkatan  populasi ex situ Rafflesia dan Amorphophallus, upaya keberlanjutan konservasi dan pengembangan potensi ekonomi, serta perlunya mengajak para pelaku pariwisata untuk mendukung ecotourism, terkait public awareness dan pendanaan.

Selain mengapresiasi rencana penyelenggaraan international symposium mendatang, kepada LIPI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Iriansyah mengharapkan SRAK yang akan dilaunching oleh Menteri LHK dapat dijadikan output jangka panjang dari symposium tidak hanya bagi Bengkulu tetapi juga provinsi-provinsi lainnnya di Indonesia yang memiliki sebaran dua flora raksasa itu.

Sebagai informasi, acara lokakarya terbagi menjadi 3 sidang komisi parallel yaitu Konservasi in situ, konservasi ex situ dan public awareness dan fund raising. Bertindak sebagai fasilitator masing-masing dari Universitas Bengkulu, Kepala BKSDA Bengkulu, dan PKT Kebun Raya Bogor LIPI. Acara ditutup dengan pembacaan resume hasil lokakarya oleh ketua Komisi III DRD Bengkulu dan diserahkan kepada Panitia Pengarah Simposium untuk dilokakaryakan pada tingkat nasional sebelum bulan September.

Lokakarya ini juga dihadiri oleh Dewan Riset Daerah, DPRD Bengkulu, LSM Komunitas Pecinta Rafflesia dan Amorphophallus, serta Dinas Kehutanan, Dinas Kebudayaan & Pariwisata, Dinas Kehutanan Pemprov Bengkulu dan Balai Taman Nasional dari seluruh provinsi di Sumatera, serta LSM seperti WWF dan TFCA di Sumatera.(mk)

Selasa, 16 Juni 2015

Puspa Langka Nasional Ini Dalam Masa Kepunahan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1993 Tentang Satwa dan Bunga Nasional menetapkan Rafflesia Arnoldii sebagai bunga Nasional yang penyebutannya dikukuhkan sebagai puspa langka. Hanya saja, minimnya upaya perlindungan dan pelestarian populasi, habitat dan ekosistem puspa terbesar di dunia yang amat rentan mengalami kepunahan ini dalam masa kepunahan.

“Sejauh ini, upaya yang dilakukan pemerintah masih sebatas pada aturan dan kebijakan. Aksi konkret pemerintah masih jauh dari yang diharapkan. Padahal aksi konkret pemerintah sangat dibutuhkan. Minimnya upaya pemerintah secara tidak langsung mengakibatkan R. Arnoldi semakin terancam punah,” kata Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu Sofian Ramadhan dihubungi Senin (15/6/2015) malam.

Oleh karena itu, Sofian berharap, pelaksanaan Simposium Internasional Rafflesia dan Amorphophalus 2015 yang akan dilaksanakan pada 14 -17  September 2015 di Bengkulu dapat menghasilkan strategi dan rencana aksi konservasi R. Arnoldi yang melibatkan pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan masyarakat. “Selama ini, hanya segelintir penduduk lokal yang berupaya melakukan perlindungan. Itupun dilakukan secara swadaya, tanpa adanya dukungan atau perhatian dari pemerintah,” tambah Sofian.

Dilansir http://www.mongabay.co.id pada 25 Februari 2015, Peneliti Rafflesia dari Universitas Bengkulu Agus Susatya menerangkan, rafflesia (termasuk Raffelsia Arnoldii) sangat rentan mengalami kepunahan karena bersifat holoparasit. Yakni, tidak memiliki akar, batang dan daun, melainkan hanya berupa kuncup atau bunga dan dilengkapi haustorium yang memiliki fungsi mirip akar yang menghisap sari makanan hasil fotosistesa dari tumbuhan inang. Oleh karena itu, kehidupan rafflesia sangat bergantung pada inangnya. Di lain sisi, kehidupan inang juga sangat tergantung dengan tumbuhan lainnya yang menjadi inang strukturalnya.

Siklus hidup rafflesia bisa mencapai 5 tahun dan terdiri dari 7 fase, meliputi proses penyerbukan, pembentukan buah dan biji, penyebaran biji, inokulasi biji ke inang, kemunculan kuncup bunga atau knop, kuncup yang matang dan bunga mekar. Kuncup rafflesia tumbuh di akar atau batang inang. Sehingga, bisa ditemui tumbuh di permukaan tanah atau menggantung di batang inang. Kuncup yang menggantung disebut juga aerial bud.

Masa mekarnya berlangsung antara 3 – 8 hari. Saat musim kemarau, bunga akan mekar pada hari terjadi hujan. Sedangkan saat musim penghujan, bunga akan mekar pada hari tidak tejadi hujan. Saat mekar, bau daging busuk akan tercium dan mengundang banyak lalat. Lalatlah yang membantu penyerbukan bunga rafflesia. Setelah mekar, mahkota bunga membusuk. Namun bagian dasar bunga rafflesia betina akan membentuk buah.

Waktu yang diperlukan buah untuk matang berkisar 6 hingga 8 bulan. Buah rafflesia yang matang biasanya dimakan Tupai (tupai javanica) dan Landak (Hystrix javanica). Di dalam buah terdapat banyak biji yang berbentuk polong atau kacang-kacangan. Kulit bijinya sangat keras dan sulit pecah. Bila tidak mati, biji akan menginokulasi ke inang. “Namun, bagaimana proses inokulasi biji dan perkembangan biji dalam tubuh inang belum diketahui,” tambah Agus.

Dari aspek reproduksi, rafflesia memerlukan bunga jantan dan betina yang mekar agar terjadi penyerbukan, dan agen penyerbukannya. Padahal, sangat jarang ditemukan bunga jantan dan betina yang mekar saat bersamaan dalam satu lokasi. Ironisnya lagi, tidak semua bunga betina yang mengalami penyerbukan akan menghasilkan biji buah yang terletak di dasar mahkota bunga.
Aspek lainnya adalah kematian rafflesia cukup tinggi. Dari injakan satwa hutan, dimakan oleh tupai dan landak hingga perusakan kuncup atau bunga oleh manusia jahil. “Meskipun tidak mengalami gangguan akibat aktivitas manusia, populasi rafflesia akan cenderung turun atau sangat rentan mengalami kepunahan. Itu dikarenakan sedikit kuncup yang hidup dan menjadi bunga, dan sedikit bunga yang menjadi buah, serta sedikit biji yang berubah menjadi kuncup,” tutur Agus.
Ancaman lebih serius disebabkan oleh pemotongan inang, pembalakan liar dan perladangan yang tidak mendukung siklus hidup rafflesia. ”Di dunia, bunga rafflesia masuk dalam kategori terancam punah. Namun, menurut saya justru sedang dalam masa kepunahan,” kata Agus secara terpisah sebagaimana dilansir http://www.kompas.com pada 20 Juli 2011. (**) 

Minggu, 07 Juni 2015

Peninggalan Batu Megalitik Gunung Agung Kaur Utara

Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh leluhur (nenek moyang), Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat.

Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan hingga sekarang.Salah satunya adalah masyarakat dari suku Basemah/Pasemah. Suku Basemah/Pasemah merupakan suatu masyarakat adat yang bermukim di beberapa wilayah dari 3 propinsi di pulau Sumatera Bagian Selatan, yaitu; Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung  berada di kaki Gunung Dempo. Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang. Tinggalan megalitik Basemah/Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat dengan begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat sehingga tinggalan [megalitik basemah/pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai Budaya Megalitik Basemah/Pasemah. Nilai penting tinggalan megalitik Pasemah terutama adalah pada ketuaan usianya, yang diperkirakan sekitar 2000 tahun sebelum masehi atau sekitar 4000 tahun yang lalu. Kita dapat membayangkan pada masa itu kebudayaan manusia di dunia masih belum terlalu berkembang, namun di tanah Basemah/Pasemah telah hidup budaya masyarakat yang cukup maju.


Masyarakat Padang Guci, Kedurang, Kinal, dan lain - lain adalah masyarakat berasal dari suku Besemah/Pasemah yang bermukim di wilayah kaki Bukit Raje Mendare. Kepercayaan terhadap (Ajaran) Leluhur masih sangat kental. Masyarakat adat ini begitu menjunjung tinggi (roh) para leluhur dan ajaran-ajarannya. Kepercayaan terhadap nenek moyang ini senantiasa dipelihara oleh mereka hingga berabad-abad. 

Salah satu contohnya adalah sebuah batu besar yang berada di desa Gunung Agung Kec. Kaur Utara Propinsi Bengkulu. Batu ini berbentuk bundar dengan panjang 2,4 m, lebar 1, 2 m, dan tinggi 1, 7 m. Batu ini dimanfaakan oleh penduduk lokal untuk berziarah kepada (roh) leluhur (puyang).


Masyarakat desa Gunung Agung menamakan batu ini adalah "Batu Beidung" karena dulunya batu ini berbentuk menyerupai hidung. Akibat tangan jahil manusia yang tak bertanggung jawab, batu dibelah sehingga berbentuk bundar seperti yang dilihat saat ini. Konon, untuk melihat batu ini tidak boleh sembarangan masuk, bebicara kotor, apalagi merusak karena akan mengakibatkan malapetaka bagi diri orang tersebut.

Disekitar batu ini juga terdapat Batu Farmasi 4 (batu empat) persis seperti Batu Empat yang berada di desa Naga Rantai Kec. Padang Guci Hulu. Konon, Batu empat ini merupakan tempat para leluhur (puyang) dari empat penjuru untuk bermusyawarah.

 

Upaya dari  perlindungan terhadap kedua batu ini, seperti pemberian pagar, atap, dll, sama sekali belum terlihat. 

Demikian sekilas tentang sejarah peninggalan batu megalitik desa Gunung Agung Kac. Kaur Utara Kabupaten Kaur. Semoga Bermanfaat!

KPPGPPL - Jelajah Situs 5 Mei 2015