KPPGPPL BLOG: Cerita Perjalanan Tim Info Pusaka Menyaksikan Rafflesia Padang Guci

Selasa, 17 Februari 2015

Cerita Perjalanan Tim Info Pusaka Menyaksikan Rafflesia Padang Guci

Berawal dari liputan Ground Breaking PLTM Padang Guci I, Beberapa bulan yang lalu di tahun 2014, salah seorang rekan kami jurnalis Info Pusaka bertemu dengan koordinator KOMPALA / KPPGPPL (Komunitas Pemuda Padang Guci Peduli Puspa Langka). Dari percakapan keduanya, didapatlah info bahwasanya di hutan Manau IX, Kecamatan Padang Guci Hulu ditemukan habitat Bunga Raflesia Bengkuluensis.

Foto: Tim Info Pusaka Kab. Kaur
Waktu pun terus berlalu, tepatnya pada hari rabu tanggal 21 Januari 2014 kami sepakat untuk mengunjungi habitat bunga raflesia di Manau IX, Padang Guci Hulu. Tentu saja janji untuk melakukan liputan telah kami sepakati dari hari-hari sebelumnya. Dengan menggunakan transportasi roda empat yang merupakan fasliltas dari kantor Dinas Perhubungan Kumunikasi dan Informatika untuk kami melakukan liputan ke daerah yang jauh dari jankauan, kami menuju ke desa Manau IX Kec. Padang Guci Hulu.

Lebih kurang 1 jam perjalanan kami lalui dari kota Bintuhan menuju Padang Guci Hulu. Tepat jam 11 siang, kami yang beranggotakan 6 orang dari kota Bintuhan disambut dengan ramah oleh teman-teman dari Kompala/KPPGPPL. Sembari meregangkan kaki, merebahkan pinggang kami juga menunggu teman-teman dari TVRI yang juga akan melakukan peliputan berita tentang habitat bunga raflesia.

Foto: Tim Info Pusaka  tiba di Manau IX. 2
Satu jam berlalu, yang kami tunggu belum kunjung menampakkan wujudnya. Mulai terasa riak diantara kawan-kawan KPPGPPL, ada  yang berpendapat untuk meninggalkan rombongan TVRI, ada juga pendapat untuk menunggu, ada juga opsi agar 1 orang dari KPPGPPL menunggu tim TVRI sedangkan yang lainnya berangkat menuju lokasi habitat raflesia. Suasana yang sempat memanas, akhirnya ditengahi oleh ketua KPPGPPL Noprianto. Nop, biasa ia disapa mengambil langkah tengah yang diamini oleh anggota lainnya. "Kita tunggu sampai jam 1 siang, kalo mereka belum sampai juga, kita tinggalkan", ujar Nop.

Sambil menunggu, kami disuguhkan rekaman video perjalanan Tim KPPGPPL bersama pengunjung yang ingin melihat bunga raflesia. Dari sini kami mengetahui medan yang akan ditempuh ternyata tidaklah mudah dan cukup menantang. Disampaikan juga kepada kami, bahsawanya setiap perjalanann wisata ke habitat Bunga Raflesia di Padang Guci Hulu, selalu ada dokumentasi dari tim KPPGPPL baik itu berupa foto bahkan video yang kesemuanya itu tersimpan rapi di arsip perangkat kerja KPPGPPL. Dokumentasi ini sifatnya sukarela, direkam oleh juru dokumentasi KPPGPPL.

"Setiap wisatawan yang memasuki area habitat bunga raflesia tentu saja dengan menghubungi kami (KPPGPPL), maka kami dengan senang hati mendokumentasikan perjalanan wisata bunga raflesia ini", terang Noprianto.

Pada perjalanan kali ini, kami (Tim Info Pusaka) dengan tim dari KPPGPPL berbagi tugas. Kami dari Info Pusaka bertugas mendokumentasikan perjalanan berupa gambar, sedangkan tim dari KPPGPPL memvisualisasikan perjalanan kami.

Tak berselang lama, yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Tim Kontributor dari TVRI Bintuhan tiba dengan beranggotakan 3 orang yang dikomandani oleh sdr. Aprin Taskan Yanto dan dua orang jurnalis perempuan. Mengetahui bahwasanya ada pengunjung perempuan, Nopri memerintahkan anggotanya untuk mengajak anggota KPPGPPL perempuan juga sebagai pendamping. Hal ini dimaksudkan guna menghindari omongan dari luar. Setelah semuanya lengkap (termasuk juga pendamping perempuan dari KPPGPPL) tepat pada pukul 1 siang kami tak kurang dari 20 orang memulai perjalanan menuju habitat bunga raflesia di hutan Manau IX Kec. Padang Guci Hulu.

Perjalanan kami dimulai dengan menyeberangi Sungai Padang Guci. Melintasi jembatan berayun dengan penuh tawa, dan melihat anak-anak kecil mandi tanpa menggunakan pakaian, melompat terjun dari atas jembatan berayun. Keceriaan tampak dari wajahnya, dari tawanya sehingga menarik bagi kami untuk berhenti sesaat dan mendokumentasikannya.

Foto : Kecerian Anak Desa bermain dengan alam
 Setelah melintasi pesawahan warga dan juga perkebunan kopi, kami kembali dihadapkan dengan sungai Cawang Kidau. Kalau di sungai pertama kami melintasi jembatan berayun, kali ini sungai yang cukup deras dengan kedalaman 1 meter harus kami seberangi. Satu per satu kami menyeberangi sungai tersebut. Gelak tawa memuncak tatkala seorang rekan kami dari Bintuhan terpeleset dan hampir terbawa arus.

Foto :menyeberangi sungai Cawang Kidau
Perjalanan kembali dilanjutkan, kami mulai menyulam sungai. Satu persatu anak sungai kami lewati. Saat di pertigaan, pemandu jalan yang bertindak sebagai penunjuk arah mengajak kami untuk langsung ke lokasi habitat Bunga Raflesia Arnoldi. Mengetahui ada perubahan rute, ketua rombongan KPPGPPL Noprianto sedikit berbeda pendapat dengan pemandu arah. Menurut Nop, untuk memudahkan saat pulang nani, perjalanan ini sebaiknya di dahului dengan tujuan Bunga Raflesia Bengkuluensis dan kemudian baru menuju Habitat Raflesia Arnoldi.

"Kita ke habitat raflesia bengkuluensis dahulu, untuk memudahkan perjalanan saat pulang nanti", ujarnya. Perjalanan kembali dilanjutkan. Rasa lelah mulai nampak, terutama bagi kami yang baru pertama kali meninjau lokasi ini.

Kami mulai memasuki hutan Penangkulan, dimana area ini merupakan habitat Bunga Raflesia Bengkuluensis. Langkah kami terhenti, terdengar intruksi dari pemandu jalan agar kami berhati-hati melangkah. "kawan-kawan, sekarang kita sudah memasuki habitat Bunga Raflesia Bengkuluensis, diharapkan untuk hati-hati melangkah karena bisa menginjak Bonggol/Knop Bunga Raflesia", teriak si Pemandu Jalan.

Rasa lelah, capek terbayarkan setelah melihat Bunga Raflesia Bengkuluensis diatas tanah. Semangat mulai bangkit lagi, keceriaan mulai hidup lagi. Secara bergantian kami mengambil gambar Bunga Raflesia Bengkuluensis yang sudah mulai layu. Warna hitam mulai muncul perlahan menggantikan warna merahnya bunga raflesia bengkuluensis. Dua buah kelopaknya sudah patah dan jatuh ke tanah. Menurut Nop, Raflesia Bengkuluensis ini sudah memasuki masa layu setelah mekar kurang lebih selama 4-5 hari.


 "Raflesia ini sudah mekar puncaknya pada hari minggu, tepatnya tiga hari yang lalu. kini diperkirakan mulai layu sejak hari selasa kemarin", terangnya.

Selang beberapa meter dari Bunga Raflesia tersebut, terdapat beberapa Bonggol/Knop yang diperkirakan dua mingguan lagi akan mekar. Setelah puas mengamati, mengambil gambar dan tentu saja bernarsis ria di dengan bunga raflesia di titik pertama, kami melanjutkan perjalanan menuju habitat raflesia di titik kedua.

Berbeda dengan yang ditempat pertama, kali ini kami menemui Bunga Raflesia Bengkuluensis dengan kondisi bertolak belakang. Kalau sebelumnya kami menemukan Raflesia Bengkuluensis yang sudah mulai membusuk, kali ini kami mendapati Bunga Raflesia Bengkuluensis yang hampir mekar sempurna. Warnanya cerah dan masih sangat segar. Satu-satunya penanda kalau bunga ini belum mekar sempurna dimana sebuah kelopaknya masih belum terbuka lebar. Layaknya seseorang sedang merasa malu, Raflesia yang kami temui kali ini seolah-olah sedang menutupi mukanya karena malu.

Foto : Rafflesia bengkuluensis
 "Kalo ini namanya Raflesia Maluensis", canda seorang rekan kami sebagai ungkapan menggambarkan kelopak yang belum mekar. Ini juga jenis Raflesia Bengkuluensis, yang diameternya ketika diukur oleh tim KPPGPPL mencapai 46cm.

Lagi lagi dan lagi, secara bergantian kami mengabadikanya dalam bentuk foto dan video baik itu per kelompok, per individu. Tim KPPGPPL cuma mengingatkan agar tidak sampai menyentuh bunga raflesia. Apabila tersentuh tangan manusia, bunga tersebut akan cepat layu, bagian yang kena sentuhan tangan akan cepat hitam dan membusuk.
 
Tibalah Saat akan foto beramai-ramai, mulai lah tripod beraksi. "Kalau tidak ada tripod, fotografer tidak akan kebagian gambar", celetuk seorang fotografer dari tim Info Pusaka. Kamera di setting di posisi self timer selama 10 detik, saat pencahayaan sudah pas, tombol shutter ditekan dan kemudian fotografer kami mengambil posisi agar ia dapat terekam oleh kamera.

Foto bersama Rafflesia bengkuluensis
Setelah puas berpose di dekat bunga raflesia bengkuluensis, kami mulai bergerak keluar dari hutan Sungai Penangkulan menuju kawasan hutan Sakaian Mayan. Di dalam hutan inilah terdapat habitat Bunga Raflesia Arnoldi. Untuk mencapai area tersebut, kami harus melalui tebing yang sangat curam dengan ketinggian tak kurang dari 50 meter. Secara bergantian kami bahu membahu saling membantu kawan-kawan menaiki tebing ini.

Di tepian tebing ini kami ditunjukkan oleh salah seorang rekan KPPGPPL tumbuhan sejenis talas dengan ukuran raksasa yang merupakan cikal bakal Bunga Bangkai (Amorphophallus Titanium). Sedikit info, Bunga Bangkai itu beda dengan Bunga Raflesia. Orang awam sering salah kaprah menyebut kalau kedua bunga ini sama. Padahal keduanya jelas jelas beda. Bunga Raflesia merupakan jenis parasit sedangkan bunga bangkai termasuk dalam kategori talas.

Tibalah di Hutan Sakaian Mayan, kami mendapati bunga raflesia arnoldi yang sedang mekar dengan sangat indahnya. Bunga ini menempel di pohon dengan ketinggian sekitar 2 meter. Menurut Nopri, yang membedakan Raflesia Arnoldi di Padang Guci dengan di daerah lain misalnya du hutan kepahyang, adalah letak tumbuhnya yang tinggi diatas permukaan tanah. Bilamana di daerah lain, Bunga Raflesia Arnoldi tumbuh di atas permukaan tanah, di hutan padang guci ini, letak tumbuhnya lebih tinggi.

Foto : Rafflesia arnoldii di ketinggian 2 meter
 "Inilah yang membedakan Raflesia Arnoldi Padang Guci dengan yang ada di Kepahyang, letak tumbuhnya yang tinggi, rata-rata diatas 1 meter", terangnya.

Disekitarnya kami mendapati beberapa buah Bonggol/Knop yang masih hidup normal dan ada juga yang telah dirusak tangan-tangan jahil. Hal inilah yang membuat teman-teman KPPGPPL sedih dan bertanya, buat apa merusak bonggol ini. Padahal bila sudah mekar utuh, bentuknya bisa dinikmati bersama. Tidak akan ada yang dirugikan dengan tumbuh kembangnya bunga ini.

Hutan Sakaian Mayan menjadi tujuan terakhir kami. Setelah puas menikmati indahnya Bunga Raflesia Arnoldi, kami pun beranjak dari hutan sakaian mayan kembali ke Base Camp KPPGPPL. Kali ini perjalanan pulang terasa lebih dekat. Karena kami tidak melewati Hutan Sungai Penangkulan lagi.

Tak kurang dari 4 jam perjalanan yang kami tempuh, empat sungai kami sulam dan kami seberangi demi menikmati keindahan Bunga Raflesia. Lelah, letih, terbayar tuntas setelah yang kami rencanakan (melihat bunga Raflesia) tercapai seluruhnya.

Sambil berjalan pulang, kami sempat berbincang dengan Ketua KPPGPPL Noprianto. Tak lupa, Nop juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap tangan-tangan jahil yang sering merusak habitat Bunga Raflesia. "Kejadian ini tidak hanya sekali ini, tapi sudah sering bunga raflesia dirusak oleh tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab", geramnya.

Terbersit cita-cita mulia yang sangat diidamkan oleh kawan-kawan KPPGPPL, yaitu ingin membuat gerbang membentuk replika Bunga Raflesia di atas jembatan gantung Air Padang Guci. Sebagai petanda bahwasanya area ini adalah gerbang untuk memasuki habitat Bunga Raflesia. KPPGPPL sendiri sangat mengharapkan bantuan dari berbagai pihak untuk sama-sama melestarikan habitat raflesia di tanah Padang Guci. Sehingga cita-cita Bengkulu Land Of Raflesia dapat terwujud. 


SALAM LESTARI...!!!
Sumber : Info Pusaka Kab. Kaur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar